Blue Side, Cheer Side

[Photo: Pexels]

 Setiap orang memiliki dua sisi emosi yang berbeda. Orang yang selalu terlihat ceria bisa tiba-tiba sedih di hari yang sama. Begitu juga sebaliknya. Ada saja penyebabnya. Tentunya ledakan emosi yang tiba-tiba ini sangat manusiawi.

Di antara semua hal yang sangat mengaduk emosi saya selama ini selalu berkaitan dengan masalah kampus dan problematika mahasiswanya. Meskipun banyak hal lain juga yang membuat emosi kacau, tapi urusan di kampus selalu membuat hidup tralala trilili. Apalagi kalau bukan berkaitan dengan mahasiswa.

Masuk Kanan Keluar Kiri

Ini yang membuat saya sangat sedih selain etika yang bobrok. Katanya peran dosen dan kampusnya untuk memperbaiki etika mahasiswa itu sangat kecil, tapi untuk urusan transfer ilmu itu besar sekali. Saya suka bertanya-tanya pada diri sendiri ketika mahasiswa gagal di mata kuliah saya. Apa yang membuat mereka gagal?

Sering kali mahasiswa suka menganggap remeh mata kuliah yang tidak mereka sukai. Asal datang, masuk, dengar, dan mengerjakan tugas asal-asal saja. Giliran nilai sudah diinput ke SIAKAD, barulah mereka menghubungi dosen untuk mendapatkan nilai A atau B dengan alasan rajin masuk.

What? Tolong, ya, tolong! Kriteria penilaian ada poinnya tersendiri, 5% dari absen tidak menolong apa-apa. Masih ada poin dari penilaian praktek, tugas, Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) yang poinnya lebih besar dari absen. Sikap-sikap mahasiswa bermental angka ini kerap membuat saya sedih selama menjadi dosen.

The Greatest Job

Setiap hal yang dilakukan tidak perlu menjadi the best, tapi cukup do your best. Itu ekspektasi saya kepada mahasiswa saat mereka menyelesaikan tugas-tugas yang saya berikan. Saya paham sekali kalau fasilitas yang minim tidak bisa meningkatkan skill mereka yang maksimal. Akan tetapi dengan mengerahkan semua usaha dalam melakukan tugas mereka sudah membuat saya sangat bahagia.

[Photo:  Pexels]

Selama dua tahun berturut-turut saya pernah down sekali dengan hasil akhir tugas Produksi Siaran Radio mahasiswa yang hancur. Saya meminta mereka membuat satu program acara off air. Tujuannya agar mereka bisa lepas dan siap menghadapi jika bekerja di media elektronik seperti radio dan TV, atau kalau mau nge-YouTube juga bisa. Jangankan jadi seperti hasil yang inginkan sesuai contoh. Bahkan ada yang hanya mengumpulkan tugas dengan selembar kertas dengan tulisan ‘program acara’ saja. Mau dikasih nilai apa?

Tahun ketiga saya bahagia dan senang sekali dengan hasil yang maksimal. Saya menemukan bakat-bakat terpendam mereka, tinggal diasah sedikit mereka akan menjadi seseorang yang luar biasa di masa depan. Belum lagi program yang mereka hasilkan berhasil membuat saya angguk-angguk mendengarkannya. Persis seperti mendengarkan radio komersil dan profesional. They have done a greatest job. Inilah yang membuat saya bahagia dan royal memberikan nilai.

Saya yakin, di luar sana banyak dosen yang memiliki sisi sedih dan bahagia hanya dengan hal-hal sederhana yang dilakukan oleh mahasiswanya. Hakikatnya dosen itu hanya mengarahkan mahasiswa untuk melakukan apa yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Sisanya mereka harus melakukannya sendiri. Mahasiswalah tahu apa yang ingin mereka lakukan di masa depan. Bukan dosennya.

Posting Komentar

0 Komentar