Saya Dari ‘Rumah Ke Rumah’

 Tulisan ini bukan terinspirasi dari lagu Hindia yang berjudul Rumah ke Rumah, meskipun selama menulis tulisan ini Hindia menemani ketukan keyboard. Ini kisah saya dengan blog selama hampir 20 tahun. Ya, saya ngeblog hampir 20 tahun dari platform ke platform. Sebagian blog saya masih terdeteksi dengan mengetikkan kata kunci Ulfa Khairina di Google. Mulai dari nama yang serius sampai yang alay.

Pertama kali saya menulis blog pada tahun 2002, saat itu masih duduk di bangku Aliyah (setara SMA). Saat itu akses internet di kota saya masih terbatas, mahal, dan langka sekali orang yang memiliki kemampuan mengoperasikan komputer. Pertemuan saya dengan blog pun dimulai dengan pertemuan dengan seorang travel blogger yang berlibur ke Takengon. Waktu itu saya tidak tahu jika orang yang menulis kisah perjalanannya di blog disebut travel blogger.

[Photo: Pexels]


Saya yang dulu lumayan banyak bicara. Selalu ingin tahu dan mudah sekali membuat pertemuan dengan orang baru. Perbincangan kami dimulai dengan pertanyaan, “dek, di sini dimana warnet terdekat?”

Kebetulan saya tidak asing dengan kata warnet dan pernah melihat plang toko dengan tulisan warnet. Lumayan jauh dari sekolah saya, tapi masa itu tidak tergolong jauh. Kami bisa menempuh jarak dengan jalan kaki dari sekolah ke warnet. Saya mengantarnya jalan kaki. Mungkin karena dia seorang traveler, dia santai saja diajak jalan kaki.

Sepanjang perjalanan dari sekolah ke warnet, dia menceritakan aktivitasnya di internet. Menulis cerita perjalanan. Saya terkagum-kagum karena dia sudah kemana-mana hanya dengan menulis cerita. Tidak pernah terpikirkan di kepala saya bahwa dia melakukan perjalanan karena ada sponsor. Dalam pikiran sederhana ini hanya ada kata-kata, "untuk jalan-jalan perlu uang yang banyak.”

Saya tidak terpikir jika perjalanan sederhana pun bisa dikemas menjadi cerita luar biasa hanya dengan pemilihan diksi dan penggunaan sudut pandang. Waktu itu saya tidak terpikir untuk menulis cerita perjalanan. Padahal saya sudah banyak melakukan perjalanan ke luar daerah untuk urusan ikut lomba ini itu. Di pikiran saya, perjalanan yang menarik adalah perjalanan antar provinsi, berkunjung ke tempat yang touristy, dan naik pesawat. Akan lebih baik lagi jika bercerita tentang perjalanan ke luar negeri.

[Photo: Pexels]

Tiba di depan warnet dia berkata pada saya, “dek, kamu bisa lho nulis tentang buku yang sudah kamu baca di internet. Nanti orang-orang akan baca. Kamu juga jadi tahu sudah berapa banyak buku yang kamu baca. Kalau nanti kamu lupa cerita buku A, kamu bisa buka saja di internet. Kamu nggak perlu baca ulang bukunya. Buku itu terlalu banyak, dek. Sedangkan kita punya sedikit waktu untuk membaca.”

Kalimat si blogger ini memantik saya untuk belajar lebih banyak tentang blog. Saya tidak langsung pulang, tapi singgah ke toko buku satu-satunya di Takengon dan mencari buku tentang internet. Beruntung di toko itu ada satu buku tutorial internet, lengkap dengan pembuatan blognya.

Keesokan harinya, saya datang ke warnet seorang diri. Saya ikuti tutorial yang di buku yang saya beli tersebut. mulai dari membuat email, membuat blog, dan menulis blog. Saya tidak terpikir dengan istilah book blogger. Saya hanya ingin menulis semua buku yang saya baca dalam bentu resensi di platform multiply. Saya masih ingat nama blog saya waktu itu, skybluediary.multiply.com. Seiring waktu dia mati karena tidak sanggup bersaing di era globalisasi. Padahal followernya cukup banyak. Kalau kondisi sekarang mungkin saya sudah bisa memonetize dari blog itu.

Sebelum multiply menemui ajalnya, banyak blog lain yang saya ciptakan dengan berbagai tema. Ada yang isinya cerpen semua. Ada yang curhatan pribadi dengan pendekatan slice of life, ada pula yang isinya tugas kuliah. Saya terlampau rajin menciptakan ‘rumah’ untuk setiap kategori konten. Padahal satu blog bisa dibagi saja kategorinya. Akan tetapi membuat blog ini suatu kebahagiaan tersendiri.

Blog-blog itu satu persatu menghilang. Ada yang kelupaan sandi, ada pula yang saya hapus karena merasa bosan. Beberapa yang terlihat di pencarian Google adalah yang tersisa karena kelupaan sandi. Tahun 2010, saya merasa perlu menulis blog secara konsisten. Akhirnya saya menulis di platform blogspot dengan nama yang nggak kalah alay dari sebelumnya.

Saya terus menulis dan mengarsipkan beberapa tulisan saya di bog tersebut. saya namai rumah saya itu dengan Sakura Box. Jangan tanya apa artinya. Tidak ada arti sama sekali. Kebetulan saya suka bunga sakura dan selalu menamai sesuatu dengan kata Sakura. Blog itu terblokir ketika saya berada di Beijing.

Akses sosial media di China memang dibatasi oleh pemerintahan setempat. Segala hal yang berkaitan dengan buatan negara lain memang terkunci, termasuk blogspot dan wordpress. Beberapa kali saya masih bisa membuka blog tersebut dengan bantuan Virtual Private Network (VPN). Berhubung VPN saya gratisan, China juga memblokir VPN saya termasuk semua hal yang berkaitan dengan Google.

Saya menciptakan blog baru lagi, namanya Autumn 4 Olivia. Jangan tanya apa artinya. Saya yang menyukai musim gugur dan panggilan saya di Beijing adalah Olivia. Hanya dua kata itu saja sudah menjadi nama blog. Konten saya waktu itu berkaitan dengan fashion and travel. Saya menulis tentang tempat yang saya datangi di Beijing dan juga beberapa hal tentang fashion. Nichee ini tersinpirasi dari beberapa fashion blogger seperti Indah Napa Puspita, Olivia Lazuardi, Dian Pelangi, dan beberapa nama yang kerap muncul di majalah remaja.

Blog itu berakhir karena sebuah kalimat teman saya di Beijing. Waktu itu saya memintanya untuk memfoto saya dalam balutan blazer sepulang konferensi. Saya katakan padanya untuk diisi di blog. Saya tunjukkan salah satu pose Dian Pelangi padanya. Saya berkata, “seperti ini, ya.”

[Photo: Dokumentasi Pribadi]

Dia keceplosan, “kalau kamu secantik dia aku rela memfoto sampai jungkir balik. Nah, kamu begini mau bagaimana pun tidak akan sama.”

Saya terkejut. Dia benar, tapi saya tidak menyangka dia akan keceplosan. Walaupun terlihat jelas dia menyesal setelah mengeluarkan kata-kata ini. Teman saya ini memang sering keceplosan. Kebetulan hari itu memakan korban dan itu saya. Biasanya semua foto-foto saya dijepret oleh teman yang lain. Mereka tidak pernah protes dan hasil fotonya sangat memuaskan walau bermodal kamera ponsel.

Saya membuat kembali blog di platform wordpess karena tugas kuliah. Kami diwajibkan untuk mencantumkan ‘alamat rumah’ di dunia digital dengan cara yang unik. Professor dari barat memang suka aneh-aneh jika meminta menyelesaikan tugas. Blog itu saya buat dan isi dalam bahasa Indonesia, tidak untuk dinilai, tapi asal ada saja sebagai alamat digital. Begitu kata dosen saya.

Namanya Kangnaixin, sengaja bannernya saya pasang foto di awal datang ke Beijing yang masih terlihat kucel dan polos tanpa make up. Saya tidak pernah mengisinya lagi karena begitu semester berakhir, saya melupakan sandi masuk blog tersebut. namun blog itu masih bisa diakses melalui Google.

Kembali ke Indonesia pada tahun 2016, saya membuat blog baru lagi. Kontennya gado-gado. Namanya blognya Oliverial-Magz, gabungan dua blog yang niat awalnya hanya untuk arsip semua artikel di media. Blog itu tidak terurus karena saya membeli domain dengan nama ulfakhairina.com dan sibuk mengisi konten di sana.

Niat membeli domain sebenarnya sudah lama ada di dalam kepala saya. Sejak di Beijing dulu, tapi saya tidak punya kartu kredit untuk membayar secara daring. Waktu itu pun saya tidak percaya pada penjualan domain di internet seperti sekarang ini. Jadi niat itu baru terlaksana setelah saya kembali ke Indonesia dan setelah ikut seminar. Dalam seminar itu dikatakan bahwa dosen harus ngeblog. Ngeblog itu penting untuk dosen. Apalagi masih kurang sekali dosen perempuan yang ngeblog saat ini.

Selama empat tahun dengan domain pribadi, saya sudah mengganti nichee selama tiga kali. Pertama, kontennya seputar materi kuliah dan informasi soal kuliah di China serta obrolan beasiswa. Kedua, kontennya berubah menjadi tulisan jurnalistik berupa feature dan sastra saja. Saya mulai bosan karena mulai tidak produktif menulis ini. Ketiga, saya konsisten menulis tentang book and travel di bawah naungan Oliverial.

Di tahun keempat, saya mulai sibuk dengan urusan kampus. Setelah membayar perpanjangan saya hanya mengisi blog dua kali. Ulasan buku berjudul The Case We Met karya Flazia dan cerita misteri tentang hantu Halimah di jembatan Seunapet. Setelahnya saya tidak pernah menulis lagi.

Mencatat rencana konten sebelum posting.
[Photo: Ulfa Khairina]

Di tahun kelima, saya berniat tidak memperpanjang lagi. Kalaupun mau ngeblog, menggunakan yang gratisan saja. Toh banyak member Blogger Perempuan juga menggunakan blog gratisan dan langganan menang lomba. Pikiran itu kembali berubah ketika obrolan via Whatapp dengan Ihan Nurdin tentang blog di tengah malam. Akhirnya saya membeli domain baru di Rumah Web atas rekomendasi pimpinan redaksi AcehTrend ini.

Kali ini saya agak serius. Mengubah niche seputar kampus dan tidak lagi berpikir soal money oriented. Dosen itu harusngeblog, agar mahasiswanya tidak nyasar ke rumah yang salah untuk copy paste tugas kuliah. Setidaknya dengan kehadiran blog baru saya, mereka bisa membaca materi kuliah di blog ini. Walaupun isinya didominasi dengan konten berkategori blogging dengan tulisan suka-suka.

Saya tidak tahu berapa lama akan bertahan di rumah Oliverial ini. Tanpa sengaja tanggal 20 Oktober 2021 terpilih untuk memiliki domain ini. tujuh hari sebelum hari blog nasional. Tahun 2010 juga pertama kali saya berpikiran untuk serius dan konsisten ngeblog. Mungkin ini kode alam bahwa saya harus bertahan di sini.

Selama menjadi book blogger,  banyak hal yang saya dapatkan dari ngeblog. Mulai kerja sama dengan penerbit dan penulis, mendapat teman baru, silaturahmi terjalin di dunia maya, sampai belajar melihat segala sesuatu dari berbagai aspek. Percaya atau tidak, ngeblog itu akan memberi efek bersyukur dan menenangkan dalam sekali ketukan.

Posting Komentar

0 Komentar