Didatangi Developer Pagi-Pagi, What the...

Saya sedang mencuci pakaian di pagi hari saat mendengar ada suara lelaki memberi salam di luar rumah. Sepupu saya yang sedang bermain dengan Alexa menjawab salam tersebut. Saya juga mendengar ketika lelaki itu bertanya, "Ada ibu?"

"Ada, di belakang." Kata sepupu saya.
Saya meminta sepupu saya mengambilkan kerudung saat menyadari siapa yang datang. Kerudung instan jumbo yang menutupi sampai ujung tangan. Terutama ketika sedang dalam dinas domestik. Kerudung ini memang mampu menutup semua bagian yang tidak layak dilihat oleh publik.


Rumahku jadi model
[Photo: Griya Mahoni]


Tukang yang menangani rumah saya datang bersama seorang yang duga sebagai tim developer perumahan yang kami tempati. Mereka ramai-ramai masuk dan membuat Alexa takut emaknya dimarahi oleh mereka. Mereka semua berbicara kepada saya berbarengan.

Tukang bertanya pada saya bagian yang mana rusak. Lelaki yang saya duga sebagai developer juga mengecek semua bagian. Termasuk keramik lantai yang saya komplain warna warni merusak keindahan.

Si tukang kemudian berulang kali mengingatkan pada saya, "Bu, rumah ini kan sudah saya yang pegang. Jika ada masalah langsung temui saya saja. Saya selalu ada di sini. Tidak perlu ke kantor."

Berulang kali.

Saya baru menyadari ada sesuatu yang kronis dalam intern perusahaan saat mendengar si tukang kemudian berkata pada developernya, "Ini semua sudah beres ya, pak. Bapak dengar sendiri apa yang dikatakan oleh ibu ini."

Wow! What the..

Tidak butuh waktu lama untuk memahami apa yang terjadi. Tukang ini dan sang developer datang ke rumah saya pagi-pagi dengan beberapa alasan. Alasan utamanya karena sehari sebelumnya saya bersama salah seorang teman datang ke kantor pemasaran perumahan untuk diskusi. Tepatnya komplain dan pembatalan. Teman saya membatalkan rumah yang dia ambil di sini dengan alasan rumah yang akan dia tempati hancur lebur. Tidak layak huni.

Pihak developer melakukan peninjauan ulang dan meminta teman saya untuk memikirkan kembali keputusannya dengan perjanjian akan diganti dan ini itu lagi sebagai iming-iming. Teman saya sudah fix tidak akan mengambil.

"Terlalu sakit hati," begitu komentarnya.

Sementara saya tidak punya niat sama sekali untuk mengkomplain atas rumah saya. Saya pikir saya ikhlas dan bisa diperbaiki oleh Abi Alexa tanpa harus bersitegang dengan para tukang dan developer yang pelayanannya sangat minus ini. Namun, komplain saya jatuh telak saat di salesnya menyalahkan dan memojokkan teman saya.

Dia berkata begini, "Selama ini tidak pernah ada yang cancel dan mengatakan rumahnya buruk. Semua yang saya tangani baik-baik saja. Cuma kakak yang cancel. Pembatalan dari kakak akan berdampak buruk untuk pelanggan yang lain. Memang kakak nggak akan jelek-jelekin, tapi tindakan kakak akan membuat semua orang megikuti cara kakak. Kami nggak enak juga, kak. Kami di sini orang kerja."

Dia kesal sekali.

Teman saya tidak mau ribut. Dia mengajak kami meninggalkan kantor. Saya terlanjur mendengar apa yang dia katakan dan melihat bahasa tubuh negatif yang dia komunikasikan. Mungkin teman saya tidak menyadari, tapi saya melihat dengan jelas seolah teman saya ini sebagai seseorang yang buruk.

Saya menahan teman saya beberapa detik. Lalu berkata, "Kak, saya juga mau bilang. Kita posisinya sama. Kakak tidak enak. Kami juga. Saya tinggal di rumah D1.23 itu, kak. Saya bayarnya cash, tapi pelayanannya low. Bagaimana perasaan saya sebagai pemilik rumah, kak?!"

Skak mat!

Dia terdiam telak.

Saya menguraikan beberapa masalah. Termasuk menunjukkan bukti otentik berupa foto. Dia mencatat. Saya tidak berekspektasi lagi dia menyampaikan keluhan saya pada rapat. Namun, setelah kedatangan serombongan orang dari perusahaan yang membuat Alexa minta gendong, saya yakin sekali jika mereka baru melakukan sesuatu.

Mereka rapat dan khawatir saya membatalkan rumah yang saya tempati ini. Kan baru sebulan saya tinggal di rumah ini.

Posting Komentar

0 Komentar