Emak Baper, Abaikan atau Maklumi Saja?!

Katanya, IRT cenderung mengalami efek stress lebih tinggi dari kebanyakan ibu-ibu lainnya. Berbeda dengan mom working  yang memiliki waktu bersantai dan bebas dari tumpukan kain kotor, rengekan anak, aroma masakan, dan berbagai faktor stress lainnya. Itu kata sebagaian orang yang merasa mom working  atau IRT lebih baik. Bagaimana kalau saya katakan semua yang dianggap benar di kalangan para emak salah?

Baik IRT atau mom working sama-sama memiliki dampak stress yang berbeda. Saya berani mengatakan seperti ini karena sudah mengalami keduanya. Sekarang pun saya sedang menjalani keduanya. Sebagai IRT, saya akui semua kelelahan itu berujung stress yang berkepanjangan. Apalagi jika semua uneg-uneg dan kebutuhan materil tidak seperti ekspektasi saya. Sebagai mom working pun saya juga tidak bisa mengatakan bekerja di luar rumah enak. Sama stressnya dengan bekerja domestik di rumah. Bedanya hanya pada sudut pandang kita saja.

Lihatlah begini, seorang ibu yang bekerja di luar dengan status benar-benar bekerja (dia diprioritaskan untuk amanah lebih berat). Dia harus bangun lebih cepat dari biasanya. Jika tidak ada pembantu, dia harus membangunkan anak, memandikan anak, mempersiapkan sarapan, membereskan rumah, sampai mengantar anak ke penitipan. Semuanya harus dikerjakan dan diburu di pagi hari.  Baru kemudian bersiap keluar rumah menuju ke tempat kerja.

Tenang?

Tidak.

Di tempat kerja hati masih was-was mengingat anak. Apakah anak mau makan atau tidak. Kalau anak dalam keadaan tidak sehat, apakah dia mau minum obat atau tidak. Bagaimana di penitipan para pengasuh memperlakukannya. Mengingat di tempat penitipan bukan anak kita saja yang diurus. 

Bedanya dengan di rumah, kita sendiri yang mengawasi si anak full time, all day long. Jadi, jika dikatakan emak bakalan santai gebay geboy saat mengantar anak ke penitipan dan leha-leha di tempat kerja itu salah benar. Bahkan rempongnya dabel tripel kuarter. Mengingat ada pekerjaan tidak beres dan semua amarah sang atasan dilimpahkan ke kita.

Mudahkah kembali ke rumah dan berhadapan dengan anak dalam kondisi hati yang labil?

Saya yakin kita semua sepakat mengatakan tidak. Begitu pun dengan saya.

Meskipun saya juga merasa tidak nyaman ketika bertemu dengan beberapa emak yang bekerja  tidak berwajah riang. Mungkin sedang kesal, mungkin sedang ada masalah, serta berbagai kemungkinan lain yang bisa saja terjadi. Ya, saya maklumi karena kita sama-sama memiliki masalah sendiri.

Di sisi lain, sepertinya lebih bijak jika tidak mencampur adukkan masalah sosial dengan masalah pribadi. Seberat apapun masalah yang dihadapi, sepertinya tidak wajar jika menyapa sesama menjadi kendala. Apa, sih, salahnya menyapa? Saya rasa menyapa tidak membuat semua masalah menjadi runyam, kan?

Abaikan

Ada yang mengatakan, "Abaikan saja emak yang seperti itu. Jika dia butuh kita, dia akan datang menghampiri kita juga."

Saya setuju. Di satu sisi, tidak perlu masuk terlalu jauh dalam masalah orang lain. Kita tidak pernah tahu masalah apa yang sedang dia hadapi. Mengabaikan bukan tindakan tidak simpati. Terkadang kita juga perlu mengabaikan hal-hal yang sifatnya pribadi. Apabila masalah ini dianggap cukup penting untuk dibicarakan, emak akan datang sendiri dan berbagi cerita.

Mengabaikan bagian dari toleransi kita sebagai sesama emak. Emak punya lelahnya masing-masing. Kadar lelah setiap orang berbeda. Tidak bisa diukur dari angka yang mereka lewati selama 24 jam saja. Banyak indikator lain yang harus terlibat untuk mengukur tingkat kelelahan seseorang.

Maklumi

Poin ini saya anggap cukup penting untuk digarisbawahi. Memaklumi juga bagian dari toleransi. Meskipun lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, kita sendiri tahu bahwa apa yang dilakukan seorang emak di dalam rumah juga bukan masalah sepele. Sesama emak, cobalah memaklumi dengan tidak bertanya.

Nah, bagaimana kalau kita menyapa lalu tidak dibalas. Mungkin sedikit kesal dengan respon emak yang begitu. Sekali dua kali, maklumi saja. Lebih tiga kali? Abaikan saja emak jenis begini.

Emak, jika kalian bertemu dengan tipe emak begini gimana? Apakah akan mengabaikan atau memaklumi? Share pengalaman kalian di kolom komentar, ya...

Posting Komentar

0 Komentar