Wajah Abu-Abu: Perjalanan Karir Si Perias Mayat dan Sibling Rivalry

 PEMENANG Mizan Bootcamp Writing. Itulah cap yang tertulis di sampul buku yang membuat saya memutuskan memasukkan buku ini ke dalam keranjang orens. Tidak menunggu lama, buku ini langsung saya selesaikan dengan membuat pemesanan dengan sistem Cash On Delivery (COD) bersama dua buku lain yang sudah lama masuk wishlist. Begitu membaca bab pertama, saya langsung jatuh cinta pada Wajah Abu-Abu. Perjalanan karir si perias mayat dan sibling rivalry yang menjadi isu dalam pembangunan karakter Alin.

Saya sendiri kaget bisa menyelesaikan buku setebal 243 halaman dalam sekali duduk. Bisa dipastikan kalau novel ini memang layak untuk masuk dalam jajaran koleksi. Selain ilmu baru untuk saya, penyampaian dan kisahnya cukup menghibur, kok. So, apa yang diceritakan oleh Mita Vacariani dalam Wajah Abu-Abu?


wajah abu-abu
Cover Wajah Abu-Abu
[Photo: Ulfa Khairina]


Data Buku dan Blurb

Judul buku: Wajah Abu-Abu | Penulis: Mita Vacariani | Penerbit: Pastel Books (Bandung: 2023) | Tebal: 243 halaman | ISBN: 978-623-5866-34-5 | Harga: Rp 85 Ribu.

“Makeup-nya diganti atau lo yang gue ganti?”

Alin tetap memilih menjadi seorang Makeup Artist, meskipun ditentang oleh keluarganya. Namun ternyata, tak mudah menjadi seorang MUA pemula di ibu kota. Di awal kariernya, Alin tersandung skandal dengan Cassandra, aktris yang sedang naik daun. Cassandra mengancamnya, mengunggah pernyataan yang menyudutkan Alin, sehingga Alin kehilangan pekerjaan serta kepercayaan para klien.

Bertahan di ibu kota tanpa pekerjaan terasa begitu sulit. Demi bertahan hidup, bermodalkan nekat, Alin menerima tawaran menjadi perias jenazah di biro jasa kedukaan Hope2Hope milik Yudis, si laki-laki dingin dengan ribuan rahasia.

Namun, di balik sikap Yudis yang dingin dan sulit didekati, Alin menemukan kehangatan. Yudis mampu membuat Alin mencintai pekerjaannya. Ternyata menjadi perias jenazah tak seburuk yang Alin bayangkan. Hingga suatu ketika, keluarganya mengetahui pekerjaan Alin. Dia dipaksa untuk berhenti dan kembali ke Sukabumi. Haruskah Alin menyerah dan melupakan Yudis, Hope2Hope yang amat dia cintai?

Dari MUA Menjadi Perias Mayat

Membaca blurb-nya lumayan bikin penasaran, ya? Meski kelihatannya kisah cinta mainstream, tapi ternyata nggak se-plain itu, kok. Itu saya rasakan saat membaca bab pertama.

Dimulai dari ruang rias Cassandra, Alin memulai kekacauan hidupnya dengan sebuah skandal. Salah makeup. Sebenarnya bukan Alin yang salah, tapi Cassandra yang tidak membaca kontrak. Demi menjalankan pekerjaannya, Alin menuruti si aktris dan berakhir mati karir.

Namanya juga hidup, setelah nggak ada tawaran job MUA apalagi yang bisa dilakukan? Tentu saja mencari pekerjaan lain, bahkan saat sahabatnya menawarkan pekerjaan merias jenazah dia setuju saja. Alin pikir ini sementara, ternyata dia akan bekerja untuk mengganti perias sebelumnya dalam jangka waktu lama. Alin juga berpikir pekerjaannya hanya sebagai perias jenazah, ternyata dia nggak cuma merias. Urusan beberes dan tim sibuk di rumah duka juga dia jabanin. Mau nggak mau harus dia kerjakan.

Tanpa disadari oleh Alin, dia sudah melakukan pekerjaan merias jenazah cukup lama. Klien-nya beragam. Ada yang dia kenal sampai tidak sama sekali. Namun mentornya mengajarinya satu etika sebelum merias jenazah. Alin harus meminta izin kepada si jenazah sebelum merias.

“Halo, selamat siang Bu. Perkenalkan, saya Alin dari Hope2Hope. Hari ini izinkan saya untuk merias Ibu. Semoga Ibu bisa tampil baik sebagaimana Ibu ingin dikenang di saat terakhir.”

Jdar! Jujurly, saya merinding membaca salam sapa Alin pada mayat. Saya nggak kebayang jika itu saya dan harus mendandani mayat. Mayat memang nggak protes apalagi request. Namun ada banyak ketentuan yang harus dilakukan saat merias mayat. Misalnya saja periasan jenazah itu tidak dilakukan lebih dari dua jam setelah meninggal. Lewat dari itu sama seperti menempelkan alas bedak di atas kaca.

Saya baru tahu kalau kulit mayat setelah meninggal justru seperti itu. Di dalam Islam tidak ada periasan terhadap jenazah. Mayat langsung dimandikan, dikafani, dan dikubur. Tanpa riasan, tanpa kecantikan untuk dikenang pada saat terakhir.

Dari Wajah Abu-Abu pula saya baru tahu jika kehidupan MUA nggak seindah yang kita bayangkan. Rasanya keren bisa bertemu dengan selebritis, ternyata nggak seindah itu. Bahkan kalau cuma mau bertemu dengan selebritis, menjadi perias jenazah pun bisa. Hanya saja, menjadi perias jenazah termasuk pekerjaan yang tidak dianggap menjanjikan oleh masyarakat. Apalagi untuk keluarga. Sama seperti yang dirasakan oleh Alin.

Gengsi Anak Bungsu

Ada sebab musabab kenapa Alin memilih bertahan di ibukota dan menjadi perias mayat. Padahal dia bisa pulang kampung dan membantu orangtuanya menjaga toko. Apalagi di usia tua, orang tua Alin sudah harus berjuang untuk bertahan hidup sebelum ajal benar-benar menjemputnya.


makeup artist
Ilustrasi alat makeup
[Foto: Pexels/enginakyurt]

Alin tidak mau kembali ke kampung dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah gengsi anak bungsu yang ingin membuktikan diri bahwa dia bukan anak manja. Dia ingin membuktikan kepada dua kakaknya yang dianggap sukses dan dulu sangat diperhatikan orangtuanya. Dia bisa menjadi orang sukses meski menjadi seorang MUA. Tentu saja, Alin tidak bercerita pada mereka kalau sudah dipecat jadi MUA manusia hidup dan menjadi perias mayat.

Di masa kecil, Alin tidak pernah menjadi prioritas bagi orangtuanya. Dia selalu menjadi yang terakhir dan mendapatkan sisa-sisa dari kedua kakaknya. Meskipun Alin bisa membuktikan bahwa kedua kakaknya tidak terlihat hebat, tapi dia ingin menunjukkan mampu berdiri dengan kakinya sendiri.

Bisnis Kematian Bernama Hope2Hope

Karir Alin sebagai perias mayat dimulai dari bisnis kematian bernama Hope2Hope. Pemiliknya seorang lelaki muda yang terlihat tidak ada kerjaan dan selalu hidup santai dengan hobi menyeduh kopi mahal. Dia menggunakan rumah besar kunonya untuk markas Hope2Hope.

Di sini Alin belajar menerima kondisi hidupnya yang berbalik dan belajar tentang hidup nggak selalu seperti yang dia inginkan. Tidak hanya itu, Alin juga belajar menerima dan memutuskan pikiran yang terjebak di dalam kepalanya. Itu tidak mudah dan sering membawa konflik untuk dirinya dan Yudis, si pemilik bisnis kematian Hope2Hope.

Semua berawal ketika Alin berpikir bahwa Yudis yang keren itu memang membuka bisnis Hope2Hope karena butuh duit seperti dirinya. Dia memiliki ide keren untuk membuka bisnisnya, tapi tidak punya ide untuk mengembangkan bisnisnya untuk dikenal oleh masyarakat.

Saat duduk dengan karyawan Hope2Hope lainnya, barulah Alin tahu bahwa semua yang ada di sana memiliki profesi ganda. Di sini ide Alin muncul untuk mengembangkan Hope2Hope menjadi bisnis yang menjanjikan. Alin menyampaikan ide ini kepada Yudis yang terlihat antusias menerimanya.

Siapa sangka, di waktu lain Alin justru menerima kenyataan bahwa Yudis bukan cowok pengangguran sembarangan. Dia membeli kopi mahal bukan karena dia boros dan tidak bisa mengelola keuangan. Dia bukan tidak peduli dengan karyawannya. Satu lagi yang dia tidak tahu, Yudis ternyata anak orang kaya dan lulus magister bisnis dari luar negeri.

Alin sakit hati, kecewa, dan merasa dikhianati. Padahal Yudis tidak menceritakan latar belakangnya pada Alin karena dia menganggap itu tidak perlu. Alin dan Yudis bertengkar karena alasan sepele seperti ini. Alin merasa dikacangin, ditipu, dan tidak dianggap. Akan tetapi, akhirnya Alin sadar kalau dia yang terlalu melihat rendah Yudis.

The Power of Influencer

Nah, di saat Alin mulai menikmati pekerjaannya sebagai perias mayat. Di situ pula profesionalitasnya diuji. Cassandra, influencer yang dulunya membuatnya mati karir muncul lagi dengan kondisi berduka. Dia memakai jasa Hope2Hope untuk merias mayat suaminya.

Saat itu Cassandra terlalu histeris dan insecure menghadapi Alin. Dia merasa Alin sedang menertawakan kemalangannya. Padahal Alin ingin melakukan itu kalau dia bisa, tapi nggak bisa. Dia justru menjadi seseorang yang menemani Cassandra melewati histeria sang influencer. Alin juga merias Cassandra agar terlihat tidak terlalu pucat, cantik, dan sesuai dengan kondisi berduka.


influencer
Ilustrasi influencer
[Foto: Pexels/nekrasevich]

Saat itu Cassandra membuat testomini untuk Hope2Hope yang langsung menuai perhatian publik. Media mulai melirik bisnis kematian dengan Hope2Hope sebagai role model. Saat itu pula Alin menyadari bahwa influencer memiliki pengaruh yang besar untuk mendongkrak karir seseorang atau membuat karir seseorang mati.

Romansa Alin dan Yudis

Wajah Abu-Abu nggak sekedar menceritakan profesi perias mayat. Bumbu romansa antara Alin dan Yudis juga menambah warna dari novel ini. setelah membacanya dengan detil, menilai karakter yang dibangun oleh penulis. Saya setuju juga jika Wajah Abu-Abu masuk sebagai salah satu pemenang.

Romansa Alin dan Yudis di sini beneran sebagai bumbu. Bukan sebagai tujuan utama dari cerita. Penonjolannya fokus pada perjuangan Alin dalam bekerja dan membuktikan diri pada keluarganya. Meskipun begitu, interaksi Alin dan Yudis juga berhasil membuat kupu-kupu beterbangan di dalam perut.

Isu Sibling Rivalry

Tidak banyak yang mengangkat isu sibling rivalry di berbagai tema novel. Wajah Abu-Abu justru menunjukkan dampak dari sibling rivalry yang terjadi dalam keluarga, khususnya di keluarga Tionghoa seperti Alin. Di sini sangat jelas digambarkan bagaimana persaingan yang terjadi di keluarganya menjadi toksik yang tidak dapat dihindarkan.

Banyak hal yang membuat persaingan terjadi di antara anggota keluarga. Pada kasus yang dialami oleh Alin terjadi pada penempatan Alin sebagai bagian dari anak. Meskipun orangtuanya menyanyanginya, tapi terlihat jelas bahwa di masa kecil Alin selalu disisihkan. Pada usia dewasa, orangtuanya memang menjelaskan alasan perlakuan itu. Namun rasa sakit yang dirasakan oleh Alin sudah begitu dalam sehingga dia tidak bisa menerima penjelasan apapun.

Dari Wajah Abu-Abu akhirnya kita menyadari satu hal, tidak ada orangtua yang sempurna. Orang tua terkadang hanya fokus pada anak-anak yang dianggap lebih bberprestasi dan memiliki masa depan cerah. Akhirnya melupakan anak yang benar-benar butuh diperhatikan seperti Alin.

Rekomendasi

Wajah Abu-Abu sangat direkomendasikan untuk pembaca remaja dan young adult, sih. Siapa saja yang ingin tahu profesi perias jenazah secara detil. Banyak istilah dan pengetahuan baru yang didapat dari buku ini. Bukan sekedar bacaan ringan, tapi ini bacaan ringan dengan toping pengetahuan lengkap. Bagus banget untuk dibaca oleh semua.

Menurut saya, kekurangannya mungkin di bagian menuju ending. Seperti ada unsur terburu-buru menyelesaikan. Bisa jadi karena sudah mepet deadline mengingat ini naskah untuk lomba. Bisa jadi karena bagian kematian ibunya Alin juga berat untuk diceritakan. Ada banyak kemungkinan lain yang membuat cerita ini terasa menggantung untuk diceritakan.

Anyway, buku ini layak banget untuk menjadi salah satu bacaan yang bermutu. Bisa dibaca berulang karena isinya memang sangat berisi dan bergizi tinggi.

Posting Komentar

0 Komentar