Saya baru menyelesaikan mengulas buku romance yang saya baca di sebuah WAG. Di kelas romance yang merupakan program WAG utama Gerakan OWOB ini saya membahas romance berjudul Beautiful Mistake. Novel ini merupakan karya duet Sefryana Khairil dan Prisca Primasari.
Usai membahas buku kami bercerita banyak hal lain.
Terutama soal sebuah aplikasi yang baru eksis dan membuka pencarian naskah.
Selain saya, ada penulis lain di grup itu. Dia mengaku ditolak berkali-kali
oleh penerbit digital berlogo gurita hijau. Jadi, dia memutuskan untuk menerbitkan
indie saja bukunya.
[Photo: Pexels] |
Saya mengalami nasib yang sama. Dua naskah romance
ditolak dengan catatan editor berpotensi plot
hole besar dan ide terlalu mainstream.
Kami menanggapi dengan pernyataan yang sama, "yang namanya romance
bukannya ide mainstream, ya.
Ketemuan, interaksi, jatuh cinta, berusaha mendapatkan, happy ending."
Itu kata rekan saya di WAG yang sudah menerbitkan
dua buku secara indie. Saya tidak kepikiran sampai ke tahap ini, tapi yang dia
katakan ada benarnya. Belakangan saya baru menemukan curhat seorang penulis di
balik penyelesaian naskah romance-nya, novel itu sudah difilmkan.
Menurut si penulis ini, selama dia berada di kelas
coaching clinic penulisan naskah
romance, dia mengatakan kalau novel romance endingnya memang harus happy ending. Nilai plusnya adalah cara
dia menuju happy ending itu. Inilah
garis besar novel romance.
Dalam obrolan di WAG itu, kami sempat membahas
peluang paling besar yang sedang dibutuhkan oleh pembaca dan redaksi. Kami
sepakat mengatakan novel Islami dan horor. Saya sepakat.
Usai mengobrol di WAG, saya masih tidak puas
dengan pemilihan naskah di platform Cabaca. Malam itu juga saya menyelesaikan
tiga bab pertama dan sinopsis. Malam itu juga saya mengirimkan ke redaksi
melalui tautan di aplikasi.
Tujuan saya bukan diterima pada awalnya. Saya
ingin balas dendam dengan mengajukan naskah berbagai genre. Kalau orang-orang
bilang penolakannya pakai template, saya justru ingin membuktikan kalau
platform ini berbeda.
[Photo: Dokumentasi Pribadi] |
Saya menunggu, tapi tidak ada balasan
berbulan-bulan. Apakah naskah terlalu banyak yang masuk atau saya redaksi muak
melihat bom proposal naskah yang saya ajukan.
Saya akhirnya lupa pernah mengajukan naskah. Saya
juga tidak mengecek email yang saya daftarkan lagi. Sudahlah, memang saya tidak
berjodoh di aplikasi ini.
Suatu hari saya membuka kembali aplikasi ini dan
menemukan ada banyak novel baru yang menarik. Saya membaca satu dua pada tiga
bab pertama. Lalu tidak melanjutkan lagi. Kesimpulan saya platform ini sudah
tidak main-main dalam mendekati penulis. Ada Honey Dee dan Ria N. Badaria di
sana.
Platform ini semakin bernyali menantang pasar. Sesuatu
yang tidak pernah saya percayai melintas di kepala. Saya akan bom naskah lagi,
siapa tahu bisa berkarya di sini.
Siapa sangka, niat itu diaminkan oleh malaikat.
Pada bulan Maret 2020, saya dihubungi oleh Cabaca dan naskah balas dendam itu
lolos di meja editor.
Sejujurnya saya sudah lupa soal naskah itu. Bahkan
laptop saya tinggal di kota Meulaboh saat pandemi. Sementara saya berada di
Kota Banda Aceh terjebak lockdown. Saya meminta editor mengirimkan tiga bab
naskah dan sinopsis yang saya ajukan. Editor saya mengirimkan dan saya diberi
izin untuk menyelesaikan naskah sekaligus tayang tiap hari Rabu.
Jangan tanya bagaimana senangnya saya saat melihat
nama masuk ke angkatan 21. Rasanya nano nano sekali.
Ternyata balas dendam itu tidak selalu negatif,
ya?
0 Komentar