Writing for Healing

Bukan sekali dua kali orang sering bertanya kepada saya, "Kenapa menulis blog?" dan terkadang diikuti dengan tawa receh yang menjatuhkan mental saya. Saat seperti ini saya berpikir, apakah menulis blog itu sangat ketinggalan zaman?


Kenapa menulis blog?
[Photo: Search by Google]

Syukurlah, seiring dengan mewabahnya berbagai macam platform kepenulisan, saya semakin sadar jika menulis blog tidak akan pernah mati. Dengan santai pula saya mulai berani menjawab, "Bagi saya, writing is healing."

Sering kali pula ada kening yang bertaut mendengar penjelasan absurd  saya. Kenyataannya memang begitu. Bagi saya, menulis itu sebagai terapi jiwa. Walaupun agak aneh kedengarannya. Tapi di blog ini, saya memang menulis kata 'writing is healing' menggantika tagline sebelumnya, you are connecting to my words. Kalimat tersebut memang lebih pantas nangkring di blog ini karena ada kata connected-nya. Tapi blog saya yang lain lebih pantas mendapatkan jargon itu. Dan blog ini jargon yang ini.

Sejak menikah, saya merasakan kebutuhan menulis lebih tinggi dosisnya dibandingkan dengan sebelumnya. Tingkat stress lebih tinggi, kadar kesepian juga semakin meracuni. Apalagi yang lebih menyenangkan selain bertahan dengan dunia tulis menulis ini? Selain ini, ada lima alasan utama kenapa saya masih menulis blog, di saat semua orang beralih berbicara tunggal dengan kameranya dan memakai channel YouTube sebagai media.

Menulis Sahabat Membaca

Saya suka membaca. Ini yang perlu digarisbawahi. Ya, saya suka membaca. Jadi tidak heran jika blog saya lain itu berisikan segala hal tentang buku. Dunia perbukuan, curhat saya tentang buku, resensi buku, sampai curhat tidak penting ada di sana. Karena menulis memang sahabat membaca. Sudah suka membaca, biasanya suka menulis juga mengikuti.

Menulis 3x1 Menyehatkan Jiwa

Banyak yang berpikiran jika menulis tanpa laptop itu omong kosong. Ah, omong kosong bagaimana? Selama ini saya sering juga ngeblog di buku tulis. Terkadang saya tidak bisa menggunakan laptop karena anak sedang aktif dan bisa menghancurkan laptop kapan saja dia mau. Bukan saja menghancurkan, dia juga bisa berbahaya bila harus berada di dekat laptop. Menulis tiga kali sehari bisa memberi kesehatan jiwa saya. Ya, meskipun hanya menulis di buku tulis atau menggunakan ponsel. Intinya dengan menulis saya jauh lebih sehat.

Sahabat Ketika Galau

Saya beranggapan ketika galau melanda tidak ada orang yang setia menemani. Hanya buku atau blog. Di saat seperti inilah blog sangat mengambil peran dengan kehidupan saya sebagai orang yang kesepian. Ia bisa menggantikan posisi sahabat yang katanya sebagai pendengar setia. Terkadang sahabat pun tidak benar-benar setia.

Melatih Kualitas Menulis

Blog menjadi wadah untuk melatih kualitas menulis. Semakin sering saya menulis di blog, semakin banyak saya mengasah kemampuan dalam memilih diksi untuk membangun kalimat. Tentu saja, kualitas menulis saya juga semakin meningkat. Bagi seorang penulis, persaingan ada pada kualitas yang dia berikan kepada pembaca. Kalau itu-itu saja, tentu saja tidak akan ada manfaatnya, bukan?

Markas Untuk Pembaca

Memang benar, buku memang paling efektif untuk menerbit karya. Bagi saya dan beberapa penulis lain, blog adalah sarana yang lebih tepat. Bagi pembaca setia yang merasa berat dengan harga buku yang melambung kini, blog sangat menolong untuk berkomunikasi dan selalu dekat dengan penulis favoritnya. Mungkin saya kepedean, tapi ini benar. Saya merasa senang ketika ada teman-teman atau pembaca yang tidak saya kenal langsung bertanya soal artikel baru saya. Dengan bangga saya akan menulis, "Coba cek di sini, ya."

Jadi, meskipun banyak yang mengatakan sudah tidak zaman lagi menulis blog. Tetap saja, menulis itu tidak akan pernah ada matinya. Tidak selamanya orang akan nyaman dengan video. Meskipun tidak banyak orang yang betah membaca lama di halaman blog.


Indrapuri, 20 November 2018

Posting Komentar

0 Komentar