Sabtu pagi sebelum libur panjang kembali terjadi di bulan
April, saya masih baik-baik saja. Dari rumah bersama suami, saya masih
baik-baik saja. Sebuah ransel dengan isi dompet dengan duit sekedarnya, laptop,
ponsel, charger dan sebuah mini block. Saya siap bekerja untuk soft launching
buku seorang teman.
Suami saya menurunkan saya di halte bus Trans Kutaraja.
Kemudian saya menumpang sekitar tiga halte sampai ke halte Lamnyong. Tujuan
saya tidak seperti sebelumnya, menuju ke perpustakaan dan bekerja di ruang
remaja. Hari ini sedikit istimewa meskipun kantong kosong pasca liburan. Akhir
bulan pula.
Seperti biasanya saya duduk di meja dekat kasir, ada tempat
nge-cas di sana dan lebih asyik untuk diskusi dan mengetik. Posisi paling
strategis untuk bekerja.
Saya menjadi pelanggan pertama. Ada Ilham Maulana di sana,
pemilik Coffee Cho. Seorang pelayan manis dan kalem datang dengan daftar menu.
Meskipun dia sudah menghapal pesanan saya, dia sepertinya tetap tidak yakin
tentang pesanan hari ini.
Hot Cappuccino. Masih
sama.
![]() |
Hot Cappucino favorite dengan sentuhan hazelnut syroop. [Photo: Ulfa Khairina] |
Saya langsung terkoneksi dengan internet, membuka email, men-dowload file dan dua buah film lama dari
halaman video YouTube. Saya menyibukkan diri dengan instagram beberapa saat.
Menulis panjang di visual blog @oliverial.2005 tentang pashmina.
Perut saya seperti mengetuk dari dalam. Paginya memang sempat
melakukan absen harian, tapi bagian dalam tidak bereaksi apa-apa. Setelah
menghabiskan waktu sekitar 30 menit di kamar mandi, saya langsung mandi dengan
sentuhan busa sabun anti kuman.
Tidak seperti biasanya, suami saya tidak terburu-buru. Bahkan
sayamasih sempat memoleskan maskara, eyeliner, lipstick dengan sentuhan
gradasi, menukar kerudung dari pashmina menjadi kerudung segi empat. Benar-benar
santai.
“Turun, langsung makan” katanya. saya mengikuti sarannya
sambil mencangklong ransel. Mertua saya sudah masak sejak usai Subuh. Jadi,
saya tidak perlu khawatir harus masak terlebih dulu untuk sarapan.
Pagi itu ada tumis kangkung dan teri tempe balado. Saya
mengkombinasikan dua jenis lauk itu dengan nasi putih. Bagian nasi lebih banyak
dihabiskan oleh suami saya. Kami terbiasa makan sepiring berdua meskipun dalam
porsi kecil. Itulah makanan terakhir yang saya ingat.
![]() |
Sambal goreng balado buatan mom in law. [Photo: Ulfa Khairina] |
Begitu cangkir kopi kosong. Reaksi dahsyat terjadi. Saya tidak
bisa menahan hasrat ingin bertemu ruang mungil di sudut kafe. Wajah saya memuat
dan keringat dingin mengalir. Untunglah saya masih sempat jongkok sebelum semua
isi dari usus berhamburan.
Setelah keadaan aman, saya kembali ke meja. Tapi tidak
bertahan lama. Baru satu paragraf memermak tulisan Siti Rahmah, saya harus
kembali ke kamar mandi lagi. Kejadian yang sama terus terjadi berulang kali
dalam jangka waktu lima menit sekali.
Beberapa staf Coffee Cho mulai menatap penuh tanda tanya. Saya
tidak banyak bicara dengan mereka meskipun sering di sana. Waktu saya selalu
sibuk setiap berada di sana dengan laptop.
Saya benar-benar tidak tahan. Sambil menahan rasa sakit, saya
menghampiri staf yang mengantarkan kopi, “Bang, ada entrostop tidak?” tanya
saya setengah berbisik.
“Nggak ada. Kita cari saja,” dia langsung berdiri dan mencari
sesuatu di dalam kantungnya. Entah uang entah pun kunci. Saya tidak sempa
memberikan uang, tapi langsung ke kamar mandi.
Serius! Saya hampir pingsan. Wajah saya pucat, keringat dingin
sebesar-besar jagung dan untuk duduk pun saya tidak berdaya. Saya hubungi teman
yang baru saja keluar. Termasuk suami saya.
“Satu jam lagi, bisa?! Sibuk banget, nih” katanya melalui WA.
Suami saya salah satu panitia Pionir yang akan berlangsung di akhir April
hingga awal Mei 2017. UIN diputuskan sebagi tuan rumah pada Agustus 2016 silam.
Keputusan ini juga memutuskan suami saya terlibat aktif di dalamnya.
Di saat yang sama, staf Coffee Cho datang dan meletakkan enam
tablet entrostop di meja saya. Saya langsung menenggak tanpa pikir panjang.
Frekwensi saya bolah balik ke belakang memang tidak langsung berubah. Tapi
mulai sedikit lama durasi antara ke belakang satu dengan lainnya.
Efek obat baru benar-benar bekerja setelah jam tiga. Saya
menenggak sebutir tablet lagi. Saat saya pulang, staf yang membelikan obat itu
tidak di tempat. Padahal saya hendak mengucapkan terimakasih dan membayar obat
itu. Sementara cappuccino hot saya
sudah dibayarkan oleh Siti Rahmah, penulis yang bukunya saya edit.
Terimakasih kepada adik
kalem sudah menyelamatkan hidup saya. Semoga urusannya di dunia dipermudah. Insyaallah
kita bertemu lagi. Amin…
2 Komentar
baik sekali ya ms, pegawai coffecho nya
BalasHapusIya, dek. Baik sekali pegawainya. Seharusnya semua cafe memperkerjakan pegawai yang baik dan peduli customer. Termasuk urusan tidak penting begini.
BalasHapus