Dear, Myself: Jangan Lelah, Cukup Lillah!

 Dear Myself,

Kutuliskan pesanku untuk dirimu di masa depan. Sebagai tanda kedewasaanku di tahun ini.

Tak terasa, angka tiga puluh telah lewat. Kini angka empat puluh semakin menjadi bayangan yang mengikuti, tetapi apakah aku siap dengan segala warna warni yang semakin tak lagi terlihat cerah?

Myself, mungkin...

-o0o-

PRANG!!!

Aku menghentikan jemariku yang tadinya sangat lincah menari di atas papan ketuk laptop hidup segan mati tak mau. Kutoleh ke belakang, kulihat Val sedang melempar benda terakhirnya. Gelas plastik yang kutebus murah di hypermat komplek. Akhirnya benda itu menemui ajalnya.

Abaikan.

Aku ingin menyelesaikan tulisan ini. Sebuah catatan untuk diriku di masa depan. Aku ingin saat usiaku tidak lagi muda, saat jemariku sudah bergetar menyentuh apa saja, ada sesuatu yang tersisa dari masa sehatku. Untuk diriku yang terinspirasi dari sebuah buku terbitan Shira Media, Dear Myself.

Blank!

Oh, tidak! Aku bahkan tidak bisa melanjutkan apa yang ingin aku tuliskan di lembaran kosong layar laptopku. Jika biasaya aku bisa menulis berword-word, kali satu kata pun tak lagi mudah. Kemana semua kosa kata yang tadi begitu rapi mengantri di kepala? Entahlah. Oh, ini! Dia sudah muncul di kepalaku.

Dear, Myself!

Jangan lelah meskipun anakmu terus menerus mengotori rumah. Menaburkan mobil-mobil mini ke seluruh ruang tamu sampai siapapun yang datang akan berkomentar, “luar biasa harta kekayaanmu, ya. Mobil mewah terparkir dimana-mana!”

Jangan kesal. Aminkan saja. Karena lillah-mu sekarang anakmu akan bahagia. Karena lillah-mu, ledekan rekanmu menjadi doa di masa depan. Tidak masalah kalau kamu merasa kesal, tapi cukup dalam hati. Tidak perlu dikeluarkan.

PRANG!

Jemariku kembali terhenti. Aku menoleh lagi ke belakang. Kali ini dengan memutar kursi kerja dan melihat Val sudah mengeluarkan dus gelas Luminarc berbentuk silindir. Satu di antaranya sudah menghantam dinding. Mendarat ke lantai dengan kondisi tidak baik-baik saja.

“Vaaalll!!” aku menjerit histeris saat menyadari itu gelas bukan sembarang gelas. Gelas itu titipan mertuaku setahun lalu. Kakiku nyaris tak berasa dan napasku nyaris sesak.

Val menatapku dengan risau, kaget, dan takut. Val tidak pernah melihatku seperti ini. Aku menahan tangis yang hampir menjadi irama di antara kami. Val mendekatiku, menciumiku, lalu berkata, “maaf, mama.”

Tangisku pecah di antara lelah dan kesal. Aku yang sekarang bukan lagi aku yang dulu. Aku yang produktif, terstruktur, rapi, dan tidak pernah mengeluh. Kalau saja aku bisa melakukan tanpa memikirkan dampaknya, aku ingin semuanya dikembalikan ke situasi awal.

Kubawa Val masuk ke kamar. Kubiarkan dia melakukan apa yang dia suka di kamar. Pintu kamar sudah aku kunci. Aman. Dia mau teriak, menangis, atau melempar barang. Aku tidak peduli. Aku hanya butuh tidur untuk meredakan migrenku yang tiba-tiba kambuh.

-o0o-

 Pukul sembilan malam aku terbangun. Val tertidur di dekat kakiku. Wajahnya lelah, tapi bahagia. Tenang dan polos. Bersih dari semua dosa-dosa. Aku menatap wajahnya lama. Diam-diam mengusap bulir bening yang mengalir di pipi. Val tidak bersalah, aku hanya melampiaskan kekesalanku padanya.

Oh, aku teringat ada pesan menuju dewasa yang harus aku selesaikan. Kubuka laptop yang masih menyala, tapi dalam kondisi sleep. Kubuka halaman baru dan mulai mengetik lagi.


[Photo: Pexels]


Dear, diriku di masa depan.

Jangan lelah, cukup lakukan dengan lillah. Semua orang akan merasa lelah, tapi tidak perlu mengeluh. Ingat! Apa yang tidak kamu tidak sukai saat ini adalah impian orang lain. Apa yang kamu keluhkan saat ini adalah penantian orang lain. Kamu hanya perlu melihat dari sisi yang berbeda. Sisi penuh syukur sebagai seorang hamba. Sisi penuh semangat sebagai seorang manusia.

Jangan takut kalah, karena kamu tidak sedang berlomba dengan siapa-siapa. Kamu hanya perlu memenangkan kompetisi dengan dirimu sendiri. Rasa malas dan rasa riya yang terus menggodamu untuk menunjukkan pencapaianmu.

Wahai diri yang tidak sempurna,

Jangan lelah. Lakukan semua karena Allah.

Kusimpan file dengan judul Pesan Untukku di Masa Depan. Kubuka email dan kukirim file itu ke email lain sebagai catatan penting untuk masa depanku. Laptop mati, kusimpan, dan kulanjutkan tidurku. Sebenarnya, aku bisa melakukannya. Hanya saja, lebih banyak mengeluh.

Posting Komentar

10 Komentar

  1. Mantap ka! Semangat yaa, fighting!

    BalasHapus
  2. Semangat ya kak! Fighting selalu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, hidup tanpa fighting seperti hidup nggak pernah makan kepiting. Hehehe

      Hapus
  3. keren sekali tulisannya mba, saya juga ikut kenalan sama val. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Kak. Val anak yang masih ingin tahu segala hal. Hehehe

      Hapus
  4. Luar biasa kak, semangat pantang menyerah dan tak kenal lelah kakak luar biasa.

    BalasHapus
  5. Selalu senang dan bahagia setelah membaca tulisan kakak

    BalasHapus