Season Series Ilana Tan, Novel Indonesia Favorit Paling Memorable

 Saya tidak ingat kapan tanggal pertama kali membaca buku. Satu hal yang saya ingat tentang hobi membaca ini, waktu itu saya masih kelas satu Sekolah Dasar. Saya menemukan sebuah biografi Thomas Alva Edison untuk anak. Buku bergambar dengan tulisan besar-besar. Penjelasannya runut, informasinya cukup, dan tulisannya besar. Inilah buku pertama yang saya baca dan asal mula saya jatuh cinta kepada buku.

Ayah saya suka membeli majalah Bobo bekas. Kemudian saya mulai ketagihan membaca tabloid anak, majalah anak, komik, dan novel-novel yang saya pinjam di perpustakaan. Sejak menyukai buku, saya lebih sering menghabiskan waktu di kasur sambil rebahan baca buku daripada ngumpul dengan anak-anak ruko sekitar untuk bermain lazimnya anak-anak.

Season series Ilana Tan
[Photo: Ulfa Khairina]

Di usia remaja, saya mulai menyukai buku-buku bacaan seperti novel. Kebanyakan yang saya baca adalah novel Islami dan sastra lama angkatan Balai Pustaka. Sisanya saya membaca novel anak seperti serial Lima Sekawan Enid Blyton di pustaka daerah. Goosebumps juga ada di sana. Bahkan novel klasik seperti Sherlock Holmes. Semua saya temukan di pustaka.

Sampai suatu hari, di kota kami akhirnya dibuka sebuah toko buku yang menjual buku-buku terbitan Gramedia. Senangnya minta ampun. Saya menabung untuk membeli buku-buku yang favorit yang umumnya adalah karya terjemahan. Untuk novel lokal, saya lebih memilih meminjam di perpustakaan. Itu berlangsung sampai saya kuliah. Saya memilih membeli novel terjemahan. Bukan tidak cinta penulis lokal, tapi ada beberapa alasan yang membuat saya memutuskan mengoleksi buku terjemahan. Salah satunya harga dan setting cerita.

Kapan saya baru tertarik membeli novel dari penulis Indonesia? Itu saat masih mahasiswa S1. Saya berkunjung ke perpustakaan SeFa, sebuah NGO yang bergerak untuk pendidikan di masa rehab rekon Aceh. Buku-buku di saa banyak dan bagus. Perpustakaannya juga dibuka untuk umum. Sayangnya, rata-rata buku di sana sudah banyak yang saya baca kecuali novel penulis Indonesia.

Saya memilih secara acak dan mengambil buku dengan ilustrasi yang paling bagus, yaitu Winter In Tokyo karya Ilana Tan. Tidak disangka, saya jatuh cinta pada kisah dan gaya bahasa Ilana Tan dalam novel ini. Akhirnya Ilana Tan menjadi penulis yang bukunya auto buy, apapun kata orang tentang perubahan kualitas cerita Ilana Tan, saya tetap membeli dan mengoleksi karya Ilana Tan.

Jepang
[Photo: Pexels]

Saat ini sudah tujuh karya Ilana Tan yang terbit. Akan tetapi season series yang paling memorable. Khususnya terbitan pertama yang ilustrasi sampulnya kartun digital. Waktu itu saya sampai jastip dari teman di Jakarta demi mendapatkan satu eks buku Ilana Tan karena belum masuk ke Aceh. Keempat novel Ilana Tan yang masuk dalam katagori Metropop di Penerbit Gramedia tersebut bukan saja layak dibaca, tapi layak dipajang.

Summer in Seoul (2006)

Jung Tae Woo, penyanyi muda terkenal Seoul yang muncul kembali setelah empat tahun menghindari dunia showbiz. “Aku hanya ingin memintamu berfoto denganku sebagai pacarku,” kata Jung Tae Woo pada gadis di hadapannya.

Sandy alias Soon Hee, gadis blasteran Indonesia-Korea yang sudah mengenali Jung Tae Woo sejak awal, namun sedikit pun tidak terkesan. Sandy mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki itu, lalu berkata, “Baiklah, asalkan wajahku tidak terlihat."

Awalnya Jung Tae Woo tidak curiga kenapa Sandy langsung menerima tawarannya. Sementara Sandy hanya bisa berharap ia tidak akan menyesali keputusannya terlibat dengan Jung tawe Woo. Hari-hari musim panas sebagai ‘kekasih’ Jung Tae Woo dimulai. Perubahan rasa itu pun ada. Namun keduanya tidak menyadari kebenaran kisah empat tahun lalu sedang mengejar mereka.

Summer in Seoul karya Ilana Tan
[Photo: Ulfa Khairina]

Blurb dari Summer in Seoul ini memang sangat menggoda. Terlebih novel ini terbit ketika popularitas drakor di Indonesia sedang bersinar. Apalagi saya, membaca novel ini pada tahun 2010, empat tahun setelah cetakan pertama terbit. Sedang gila-gilanya ngedrakor. Bayangkan saja, bagaimana kisah Sandy dan Tae Woo ini bisa meresap hingga ke dalam tulang.

Kisah manis keduanya membuat saya tidak bisa tidur. Bahkan saya sampai tersenyum-senyum sendiri membayangkan tiap adegan yang dideskripsikan di buku ini. jung Tae Woo yang digambarkan oleh Ilana Tan ini benar-benar sosok selebritis yang membuat saya langsung membayangkan sosok Chun Jung Myung dan Moon Geun Young sebagai Jung Tae Woo dan Sandy. Iya, waktu itu saya membaca novel ini berbarengan dengan menonton drakor berjudul Cinderella’s Step Sister.

Hubungan Sandy dan Jung tae Woo memang tidak berlebihan seperti kebanyakan kisah cinta seleb dan orang biasa digambarkan. Nggak lebay juga. Ending yang diberikan oleh Ilana Tan cukup memuaskan jiwa romantis praktis saya. Apalagi di penutup ada penjelasan makna angka sembilan. Jung Tae Woo menyimpan nomor Sandy pada panggilan cepat di angka sembilan.

Di novel ini Jung Tae Woo menjelaskan, “dalam bisbol ada sembilan pemain. Kurang satu saja tidak bisa. Sembilan artinya lengkap. Kenapa aku menyimpan nomor Sandy di angka sembilan? Itu karena kalau dia ada, aku baru merasa benar, merasa lengkap. Dia nomor sembilanku.”

So sweet banget nggak, sih? Gara-gara nomor sembilan yang dijelaskan oleh Jung Tae Woo ini kepada manajernya, Park Hyun Shik, saya jadi menyimpan nomor seseorang di angka sembilan, lho. Kurang memorable apa buku ini buat saya?

Autumn in Paris (2007)

Tara Dupont menyukai Paris dan musim gugur. Ia mengira sudah memiiki segalanya dalam hidup sampai ia bertemu Tatsuya Fujisawa yang susah ditebak dan selalu membangkitkan rasa penasarannya sejak awal.

Tatsuya Fujisawa benci Paris dan musim gugur. Ia datang ke Paris untuk mencari orang yang menghancurkan hidupnya. Namun ia tidak mendugua akan terpesona pada Tara Dupont, gadis yang cerewet tapi bisa menenangkan jiwa dan pikirannya, juga mengubah dunianya.

Tara maupun Tatsuya sama sekali tidak menyadari benang yang menghubungkan mereka dengan masa lalu. Adanya rahasia yang menghancurkan segala harapan, perasaan, dan keyakinan. Ketika kebenaran terungkap, tersingkap pula arti putus asa, arti tak berdaya. Kenyataan juga begitu menyakitkan hingga mendorong salah satu dari mereka ingin mengakhiri hidup.

Seandainya masih ada harapan –sekecil apa pun- untuk mengubah kenyataan, ia bersedia menggantungkan seluruh hidupnya pada harapan itu.

Autumn in Paris karya Ilana Tan
[Photo: Ulfa Khairina]

Blurb dari buku Autumn in Paris terasa gloomy. Sebagian besar pembaca juga setuju jika Autumn in Paris adalah buku yang paling sedih kisahnya di antara keempat season series ini. Saya setuju, novel ini terus membuat air mata saya mengalir selama membaca.

Tara dan Tatsuya ternyata punya hubungan darah. Sementara mereka saling memiliki rasa sebagai lelaki dan perempuan. Keduanya berjalan di atas cinta terlarang. Itu yang bikin nyesek dari novel ini. Apalagi, nih, rahasia kelam dari masa lalu orangtua mereka sangat menyebalkan.

Saat membaca novel ini, saya tahu sudah mulai jatuh cinta kepada Ilana Tan dan sejuta cerita cintanya. Mainstream tapi beda. Nah, gimana lagi menjelaskannya. Auntumn in Paris satu dari kisah musim gugur yang saya sukai. Sama seperti Tara, saya pun menyukai musim gugur.

Winter in Tokyo (2008)

Tetangga baruku, Nishimura Kazuto, datang ke Tokyo untuk mencari suasana yang berbeda. Itulah katanya, tapi menurutku alasannya lebih dari itu. Dia orang yang baik, menyenangkan, dan bisa diandalkan.

Perlahan-lahan –mungkin sejak malam Natal itu- aku mulai memandangnya dengan cara yang berbeda. Dan sejak itu pula rasanya sulit membayangkan hidup tanpa dia. (Keiko tentang Kazuto).

Sejak awal aku sudah merasa ada sesuatu yang menarik dari Ishida Keiko. Segalanya terasa menyenangkan bila dia ada. Segalanya terasa baik bila dia ada. Saat ini dalam hatinya masih ada seseorang yang ditunggunya. Cita pertamanya. Kuharap dia bisa berhenti memikirkan orang itu dan mulai melihatku. Karena hidup tanpa dirinya sama sekali bukan hidup. (Kazuta tentang Keiko).

Mereka pertama kali bertemu di awal musim dingin di Tokyo. Selama sebulan bersama, perasaan baru pun terbentuk. Lalu segalanya tidak mengingat semua yang terjadi selama sebulan terakhir, termasuk orang yang tadinya sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Winter in Tokyo karya Ilana Tan
[Photo: Ulfa Khairina]

Winter in Tokyo adalah novel pertama Ilana Tan yang saya baca. Terbalik, sih. Saya mulai dari winter baru pindah ke summer. Namun saya tidak menyesal mengenal Ilana Tan dari novel Winter in Tokyo ini. Menurut saya, di antara empat novel ini, Winter in Tokyo yang paling bagus.

Saya menyukai Jepang dan segala hal yang bercerita tentang negeri ini. Karakter dengan nama Jepang yang dimunculkan Ilana Tan dalam buku inilah yang membuat saya akhirnya suka pada novel ini. Ternyata setelah membaca lebih jauh, novel ini melebihi ekspektasi saya. Memang bagus banget, sih.

Winter in Tokyo juga sudah difilmkan yang dibintangi oleh Pamela Bowie (Ishida Keiko), Morgan Oey (Kitano Akira), Dion Wiyoko (Nishimura Kazuko). Entah kenapa, saya tidak terlalu suka dengan versi filmnya. Terutama karakter Ishida Keiko yang diperankan oleh Pamela Bowie.

Saya membayangkan Ishida Keiko diperankan oleh Erika Sawajiri, aktris Jepang yang memiliki wajah sesuai dengan ekspektasi saya terhadap Keiko. Cara dia bicara, tersenyum, dan bersikap. Sepertinya Erika memang lebih pantas memerankan Keiko dibandingkan Pamela Bowie. Pada versi filmnya, Pemala terlalu pecicilan nggak jelas merusak citra Keiko yang hmm, sangat menyenangkan.

Winter in Tokyo versi film Indonesia
[Photo: Search by Google]


Spring in London (2010)

Gadis itu tidak menyukainya. Kenapa?

Astaga, ia 0Danny Jo- adalah orang baik. sungguh! Ia selalu bersikap ramah, sopan, dan menyenangkan. Lalu kenapa Naomi Ishida menjauhinya seperti wabah penyakit? Bagaimana mereka bisa bekerja sama dalam pembuatan video musik ini kalau gadis itu  mengacuhkannya setiap saat? Kesalahan apa yang sudah dia lakukan?

Bagaimanapun juga Danny bukan orang yang gampang menyerah. Ia akan mencoba mendekati Naomi untuk mencari tahu alasan  gadis itu memusuhinya.

Tetapi ada dua hal yang tidak diperhitungkan Danny. Yang pertama adalah kemungkinan ia akan jatuh cinta pada Naomi Ishida yang dingin, misterius, dan penuh rahasia itu. Dan yang kedua adalah kemungkinan ia akan menguak rahasia gelap yang bisa menghancurkan mereka berdua dan orang-orang yang mereka sayangi.

Spring in London karya Ilana Tan
[Photo: Ulfa Khairina]

Menunggu buku ini selama tiga tahun setelah buku terakhirnya terbit rasanya worth it banget. Spring in London memberikan rasa yang berbeda dibandingkan dengan tiga kisah sebelumnya. Kali ini lebih ke balas dendam dan agak sedikit nyerempet thriller meski belum mencapai ke level itu.

Saya suka karakter Naomi Ishida yang seorang model di sini. Dia juga saudara kembarnya Keiko Ishida di novel Winter in Tokyo, lho. Danny Jo juga menggambarkan sosok lelaki dari dunia showbiz. Ada playboy dan suka dekatin bintang bersinar.

Dibandingkan dengan tiga novel lainnya, Spring in London lebih berasa membaca buku terjemahan. Padahal ini kan buku keempat, ya. Namun so far so good. Bukunya bagus dan menghibur. Ilustrasinya juga bagus. Ada bayang-bayang jam big ben dengan warna yang sangat soft. Komentar saya untu Spring in London juga tidak banyak. Hanya sebatas kata suka dan recommended.

Pada masanya season series dari Ilana Tan ini sangat out of the box. Setiap tokohnya memiliki hubungan dengan tokoh lain di buku lain, tapi tidak masalah jika dibaca tidak berurut alias stand alone. Tidak mempengaruhi isi cerita dan kenikmatan membacanya.

Posting Komentar

0 Komentar