Apakah kamu suka mengoleksi quote dari buku yang sedang dibaca? Kalau iya, kita sama. Saya suka banget mengumpulkan kutipan dari buku-buku. Baik itu berupa kutipan dari sebuah film yang diulang oleh penulisnya, pepatah, atau percakapan menggemaskan. Semua saya suka, tapi saya bukan tipikal yang mencoret buku atau menempelkan post it untuk penanda. Sebagai gantinya, saya suka menuliskannya di sebuah buku khusus berisi quote, memotret dan membagikan ke media sosial, atau mengumpulkan dalam satu halaman seperti ini.
Salah
satu quote yang saya sukai adalah
dari novel Under The Kitchen Table
yang ditulis oleh Desy Miladiana. Buku ini tergolong baru, terbit akhir tahun
2022 dan sekarang masih awal tahun 2023. Ulasan tentang novel ini masih ramai
dibicarakan oleh para bookstagram di Instagram. Masih banyak pula yang belum move on dengan kisah Chef Dewa dan Chef
Dewi.
[Photo: Pexels] |
Under The Kitchen Table
bercerita tentang dua orang Chef yang memiliki masalah masing-masing. Keduanya
bertemu di Bali. Lantas keduanya saling membasuh luka dengan obrolan tengah
malam dengan menu super sederhana. Dari sini lah asal usul kata Under The Kitchen Table bermula. Untuk
ulasan lengkapnya bisa baca di artikel berjudul Under The Kitchen Table, Cinta Bersemi Kembali Di Dapur. Berikut quote favorit saya dari novel Under The Kitchen Table.
Hidup
Minimalis Ala Dewa Dewi (Hal. 59)
“Belanja secukupnya. Sayang kalau
belanja banyak dan malah berakhir di tong sampah. Uang terbuang, waktu juga
ikut sia-sia.”
Dewi
To Dewa (Hal. 59)
“Algoritma hati itu sangat
berbeda dengan algoritma otak. Kalau sudah jatuh cint, segala tipe yang sudah
kita patenkan di dalam kepala mendadak hilang. Makanya banyak orang bilang
kalau cinta itu nggak perlu dipikirkan, tapi dirasakan.”
Upi
To Dewa (Hal.159)
“Dia mimpi erotis cowok-cowok,
kecuali gue ya.. Cuma sekedar itu. Pinter aja nggak, masa gue tanya ibu kota
Australia, dia jawab Sidney. Sumpah bego!”
“Heran, kenapa semua orang tahu
Amanda nggak oke, tapi nggak ada yang berusaha menghentikan gue menikah sama
dia?”
(Hal.
163)
“Apabila dia tidak bisa lagi
melihat keindahan ini secara langsung, setidaknya sudah mengabadikannya melalui
kamera. Karena, sosok dalam potret kamera tak akan pernah berubah sekalipun
orang-orang di dalamnya tak lagi sama.”
Dewi
To Dewa (Hal. 166)
“Sesuatu yang berisiko harus
dibarengi dengan modal yang besar. Kita nggak punya modal untuk melakukan ini
karena hanya saya yang menyukaimu. Saya nggak mau terbang sendirian, Kak.
Karena janji itu nggak punya kepastian bahwa kamu juga punya rasa yang sama.”
(Hal.
200)
“Apabila Tuhan berencana, maka
sekuat apa pun manusia berusaha jelas tidak akan bisa mengubah apa pun yang
sudah dituliskan takdir.”
Upi
To Dewa (Hal. 221)
“Merusak barang saat marah hanya
memuaskan perasaan sesaat. Karena setelah marah kelar dan ada sesuatu yang
rusak, maka bakalan nyesel karena nggak bisa kontrol emosi.”
Upi
To Dewa (Hal. 227)
“Sesuatu yang sudah disatukan
Tuhan tidak bisa dipisahkan manusia.”
Dewi
To Dewa (Hal. 237)
“Kadang bicara jujur itu kayak
lagi pegang belati kecil dan nggak kasatmata. Sekali berucap, tahu-tahu belati
belati itu udah menusuk orang lain. Darahnya nggak kelihatan sih, tapi sakit
hatinya terasa. Kehebatan yang mengerikan dari sebuah perkataan.”
0 Komentar