Jarik Penutup Mayat

 Pemenang ke-6 Sayembara Menulis Cerpen Tulis.Me 2022

Aku terpana pada kain merah bergambar naga yang menutupi mayat Wak Sudirman. Kain seperti ini pernah melihat seorang selebiritis memakai jarik ini sebagai outfit di sebuah penampilan panggung. Mendadak jarik ini begitu cantik dan fashionable.

Aku memang terpana dengan jarik yang menutupi mayat Wak Sudirman, tetangga sebelah rumah. Akan tetapi aku tidak menyangka jarik yang menutupi mayat Wak Sudirman ini menjadi perbincangan seluruh kampung. Dikait-kaitkan dengan kebiasaan Wak Sudirman setahun belakangan. Dia bahkan dituduh mati sebagai tumbal naga penghuni danau yang tidak terbukti kebenarannya.

“Kain itu kan tidak dijual di pasar. Kalau bukan titisan naga yang memberikannya, darimana dia mendapatkan kain itu?” pertanyaan pertama yang membuat imajinasi warga yang mendengar melebar kemana-mana.

Wak Sudirman meninggal di danau saat mendoran ikan depik. Dia terpeleset dan tercebur ke sana. Mungkin kakinya kram dan tidak bisa berenang dalam kondisi kram. Wak Sudirman kehabisan nafas dan meninggal seketika. Salah satu warga kampung di tepi sungai melihat Wak Sudirman mengapung di pagi hari. Dia dibawa ke puskesmas terdekat dan keluarganya dihubungi. Untungnya Wak Sudirman selalu membawa tas pinggang yang dia lepas ketika mendoran ikan. Dia letakkan di tepi kantong plastik tempat menampung hasil tangkapannya.

[Photo: Quang Nguyen Vinh-Pexels]

Siapa yang menutup mayat Wak Sudirman dengan jarik bergambar naga masih menjadi misteri. Kain itu masih baru, aroma lilin masih menguar dari kain. Bahkan lipatan bawaan dari pabrik belum berubah.

Tidak ada yang memperhatikan jarik merah itu begitu mencolok di tubuh kaku Wak Sudirman. Hanya Pak Anton yang tiba-tiba berceletuk dan membuat para pelayat langsung berpikir ke hal-hal yang aneh.

“Benar juga, ya. Biasanya kan pakai jarik batik coklat,” seseorang berceletuk yang membuatku juga terpengaruh. Analisaku juga mengarah kepada kebiasaan menutup mayat di kampung kami. Mayat ditutupi dengan jarik coklat dengan berbagai motif. Apa saja asal warnanya coklat dan bukan bergambar binatang.

Ini tidak biasa. Wak Sudirman ditutupi dengan jarik merah bergambar naga. Pihak keluarga yang tidak segera mengganti jarik itu dengan warna yang umum dipakai langsung berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Pak Anton benar adanya. Wak Sudirman pastilah pengikut aliran tertentu.

---

Seminggu setelah Wak Sudirman dikubur, jarik merah hilang dari rumah duka. Orang-orang mulai berbisik menciptakan gosip baru. Kain tersebut diambil kembali oleh pemiliknya secara ghaib. Bahkan istri Wak Sudirman saja tidak tahu kemana kain itu. Seingatnya dia hanya mencuci, menyetrika dan meletakkan di atas tumpukan kain-kain yang lain.

Awalnya keluarga tidak panik atas hilangnya kain tersebut. Namun setelah desas desus titisan naga yang mengambil kain tersebut, bukan saja keluarga yang panik. Para tetangga juga.

Aku mulai jengah dengan situasi kampung yang masih terlalu lebay. Kucari selebritis yang memakai jarik naga berwarna merah. Aku tunjukkan pada orang-orang yang membicarakan jarik penutup mayat itu. Kukatakan tidak ada hubungannya dengan hal-hal mistis. Jika seorang artis berani memakainya, kenapa kita dipersulit dengan hal yang aneh-aneh.

[Photo: Johanes Plenio/Pexels]

“Artis itu ketua dari aliran naga,” isu baru sampai lagi ke telingaku. Malah melebar kemana-mana. Dikatakanlah Wak Sudirman penggemar berat artis berbadan bahenol itu.

Aku bukan saja tidak bisa membendung isu kain jarik aliran naga. Aku juga tidak bisa membendung amarah istri Wak Sudirman yang terlanjur cemburu. Sengaja aku menghindar bertemu Wak Yati agar tidak menjadi sasaran semprotannya. Sialnya, aku tidak bisa menghindar.

“Abner!” panggilan Wak Yati mengangetkan aku. Sebisa mungkin aku bersikap biasa. Wak Yati berjalan tergopoh mendekatiku. “Sudah lama kamu tahu Wak Su suka dengan artis bahenol itu?”

Jantungku berdegup cepat. Otakku tidak bisa mencerna kalimat apapun untuk menciptakan sederet kalimat pembelaan atau pelarian.

“Iya, kan? Kenapa kamu merahasiakan pada Wak Yati?”

“Nggak, Wak. Wak Su tidak kenal dengan artis itu. Artis itu kan terkenal, jadi wajar kalau orang-orang mengenalnya.”

“Kalau dia terkenal, kenapa dia tidak ada di TV Ikan Terbang. Kamu cuma mau menutupi kesalahan Wak Su, ya? Nggak usah! Dia sudah mati, tidak akan memcekikmu.”

Aku menelan ludah, “Wak Yati, benar Wak Su tidak kenal dia. Semua cuma kebetulan, Wak.”

“Apanya yang kebetulan. Aku kenal suamiku. Kalau dia sudah menyukai orang, dia akan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Termasuk mengikutinya ke danau demi bertemu siluman naga. Dulu dia juga memujaku begitu,” Wak Yati terisak dan meraung sambil bernostalgia.

Sebelum hal-hal aneh terjadi, aku segera meninggalkan Wak Yati masuk ke dalam rumah. Memang susah berhadapan dengan perempuan yang sedang cemburu.

---

Kudengar hanya seminggu saja Wak Yati bersedih hati karena cemburu. Catat, karena cemburu, bukan kehilangan suaminya. Setelah dia mencari tahu tentang artis itu, dia mulai berubah perlahan. Apalagi saat sadar bahwa suaminya tidak lebih tampan daripada suami si artis yang merupakan seorang bule. Wak Yati semakin yakin jika si artis tidak tertarik dengan suaminya. Hatinya sedikit lega, hidupku lebih tentram.

Kupikir ketenangan tentang jarik akan berakhir setelah Wak Yati tidak mempermasalahkan lagi kain bermotif naga itu. Ternyata isu baru muncul. Di kampung kami ada kepercayaan, jika ada satu orang meninggal biasanya akan disusul dengan kematian lain sampai angka 14 atau 21 orang. Wak Sudirman adalah kematian ke-21. Tentu seharusnya kematian berakhir sebelum dimulai dengan musim kematian yang baru.

Warga kampung dikejutkan dengan kematian Pak Anton. Orang yang menyebarkan isu jarik penutup mayat Wak Sudirman bukanlah kain biasa. Maka orang-orang semakin mempercayai kata-kata itu karena mayat Pak Anton ditutupi oleh jarik yang sama dengan Wak Sudirman.

Aku heran, darimana datangnya jarik merah bermotif naga yang menutupi mayat Pak Anton. Pertanyaan yang sama juga muncul di semua benak pelayat. Bukankah Pak Anton yang membuat kekacauan di kampung ini dan membuat Wak Yati cemburu membabi buta?

Orang-orang mulai menghubungkan satu masalah dengan masalah lain. Apalagi dipicu dari desas-desus sebelumnya yang diumbar oleh Pak Anton sendiri. Kata-kata Pak Anton tentang Wak Sudirman tentang pengikut aliran naga tidak terbukti. Jadi naga penghuni danau marah dan mengambil Pak Anton sebagai tumbal. Orang-orang berkesimpulan, Pak Anton adalah pemuja naga danau yang sebenarnya. Itu sebabnya kematian di kampung kami tidak berakhir pada kematian 21, tapi bertambah satu menjadi 22 orang. Kematian yang tidak biasa semakin memperkuat alibi masyarakat tentang isu pengikut naga di jarik merah.

Desas desus itu terus menyebar secepat virus. Tidak ada yang membela Pak Anton, tapi malah membela Wak Sudirman yang menjadi korban omongan dan fitnah Pak Anton. Di hari ketujuh, seharusnya warga datang ke rumah duka untuk tahlilan. Namun warga sepakat tidak mau tahlilan di rumah duka karena takut diincar sebagai tumbal selanjutnya.

Menjelang senja, istri Pak Anton datang ke rumah Wak Yati sambil menangis. Tanpa menjelaskan sebab musabab dia terus meraung, menangis tiada henti sampai semua orang kebingungan.

[Photo: Pexels]

“Ada apa, Mbak Yu? Jangan buat saya berpikir aneh-aneh,” ujar Wak Yati bingung.

“Saya mau minta maaf, Mbak Yati. Tolong jangan buat suami saya menderita di alam sana,” isak istrinya lagi.

Aku dan beberapa anak muda di kampung yang mempersiapkan tahlilan ba’da Isya menguping perbincangan itu. Beberapa perempuan sebaya mereka menguping adegan tangis menangis.

“Menderita apa?” tanya Wak Yati. Kini ikut menangis.

“Sebenarnya saya yang mencuri jarik penutup mayat Wak Sudirman, Mbak. Saya suka karena melihat ada artis di TV yang pakai jarik merah gambar naga itu.”

Orang-orang yang mendengar beristighfar. Mereka menganggap istri Pak Anton tidak bisa dipercaya.

“Jadi kenapa ditutupi Pak Anton dengan jarik itu lagi, Mbak Yu?”

“Saya tidak tutup. Kainnya berganti sendiri. Setiap saya ganti dengan kain lain selalu berganti lagi dengan jarik itu. Saya pikir ini memang kualatnya saya, Mbak.”

Wak Yati menangis. Meratapi suaminya yang malang. Seorang perempuan lebih tua mendekat. Memberi nasehat agar memaafkan dan melupakan apa yang sudah terjadi.

“Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Mungkin ini juga peringatan untuk kita semua agar menghindari fitnah, bertindak tidak terpuji, apalagi sampai menghasut orang banyak. Dik Yati sudah memaafkan?”

Wak Yati mengangguk. Istri Pak Anton bersimpuh di kaki Wak Yati yang langsung dipeluk oleh Wak Yati. Keduanya saling berpelukan, bertangisan, menciptakan para penonton ikut berurai air mata.

Ah, drama perempuan memang selalu lebay. Mungkin Wak Yati dan istri Pak Anton banyak menginspirasi tontotan ibu-ibu di televisi belakangan ini.

---

Takengon, 15 Agustus 2021

Posting Komentar

0 Komentar