Membeli buku merupakan satu dari sekian banyak aktivitas para bookstagrammer dan pecinta buku lainnya. Deretan buku yang masuk wishlist biasanya sudah memenuhi keranjang belanja di ecommerce dan menunggu check out dari pengguna. Tidak terkecuali bagi saya. Membeli buku bagian dari kebahagiaan dan healing setelah berlelah dengan kegiatan domestik dan kampus.
Berbagai
jenis genre ada di keranjang toko ecommerce
resmi. Mulai dari buku baru terbit, buku yang sempat dan lagi trending
sampai buku lama yang sedang saya kumpulkan kembali. Well, beberapa buku sempat hilang dan terbawa banjir bandang pada
tahun 2020 di Paya Tumpi, Aceh Tengah. Belum lagi buku yang tidak lengkap atau
dipinjam dan tidak kembali. Tentu saja ini bagian dari keharusan yang harus
dilengkapi segera.
Membaca ebook di pustaka digital merupakan cara menghindari buku bajakan. [Photo: Ulfa Khairina] |
Sayangnya,
meskipun Indonesia termasuk pada minat baca rendah di dunia, tapi jumlah
terbitan buku pertahunnya lumayan tinggi. Belum lagi harga buku juga tidak
dibandrol dengan harga murah seperti di India dan Cina. Di Cina saja, buku
dengan hard cover sudah bisa dibawa
pulang dengan harga sangat bersahabat.
Ini
pula yang membuat para pembaca buku terpikir untuk mencari jalan pintas dalam
membeli buku. Beli buku prelove
(bekas) atau beli buku reprint (bajakan).
Bagi sebagian pembaca buku, mereka tidak keberatan membeli buku reprint. Selain harganya murah, mereka
bisa mendapatkan buku dengan judul lebih banyak. Misalnya satu buku ori di ecommerce resmi sama dengan check out tiga sampai lima buku reprint. Tentu saja untuk sekedar
membaca ini sangat menguntungkan sekali.
Berbeda
dengan para pecinta buku. Mereka bukan saja membaca, tapi penghargaan terhadap
penulis juga tinggi. Kecintaan ini yang membuat pilihannya hanya dua saja;
membeli prelove atau membaca versi
digital kalau budget membeli buku
belum tercukupi.
Hal
yang sama sempat menjadi dilema bagi saya yang tidak menyukai membaca buku
versi digital kecuali bukunya memang hanya terbit versi digital di platform resmi seperti Fizzo, Cabaca,
Wattpad premium, Storial, dan beberapa penerbit digital lainnya. Mencium aroma
buku dan melihat buku berjejeran di rak adalah versi lain bahagia tak
terungkapkan. Apalagi jika buku tersebut berseri dan lengkap. Wah, ini adalah
kebahagiaan hakiki.
Mau
beli buku ori kok kemahalan, tapi beli buku reprint
nggak tega. Selaku sesama penulis, saya merasa nyesek saat buku saya dibajak atau dijual versi murahannya.
Meskipun banyak pembaca buku akan berpandangan bahwa kehadiran buku reprint sangat membantu menambah
khazanah keilmuan mereka. Memberi solusi baca digital pun kemungkinan mendapat
jawaban tidak nyaman.
Buku digital di iPusnas [Photo: Ulfa Khairina] |
Zaman
saya masih sekolah dulu, waktu membaca saya lumayan banyak. Saya juga suka
membaca buku di perpustakaan sampai habis. Saking inginnya saya membaca, saya
rela membeli buku bajakan dengan harga miring dengan cara dicicil dari guru
saya. Sekitaran tahun 2000an novel Islami sedang di puncak kejayaan. Sulitnya
akses terhadap buku bacaan tidak hanya untuk mendapatkan novel ori, bahkan yang
bajakan pun susah. Sampai-sampai ketika saya dibawa ke Banda Aceh oleh Ayah, saya
dengan senang hati mengeluarkan tabungan untuk membeli buku reprint dan prelove dengan harga yang masih dikatagorikan tinggi.
Saat
duduk di bangku Tsanawiyah tahun terakhir, di kota kami mulai ada toko buku.
Satu-satunya toko buku dengan memasok terbitan Gramedia. Novel-novel sekelas
Harry Potter, Goosebumps, dan beberapa novel yang sedang trending masuk ke kota
kami. Harganya lumayan menyiksa dompet, menguras tabungan, dan menyingkirkan uang jajan.
Saat
kuliah, perkembangan hobi baca saya mendapatkan fasilitasnya. Meskipun baru
usai tsunami dan gedung perpustakaan provinsi hancur beserta koleksinya, masih
banyak buku yang bisa dibaca. Saya menamatkan ratusan buku di Ruang Remaja
dalam satu tahun. Termasuk di antaranya novel fenomenal Eka Kurniawan, Cantik
Itu Luka pada tahun 2005. Harry Potter tahun kedua sampai kelima juga saya baca
di perpustakaan provinsi. Benar-benar surga bagi anak daerah yang haus bacaan
seperti saya.
Selain
perpustakaan provinsi, di kota Banda Aceh juga memiliki akses tempat persewaan
buku. Novel-novel dan komiknya sungguh luar biasa. Meskipun harus menguras uang
saku bulanan, saya sangat menikmati keluar masuk rental novel di Darussalam
yang bernama TB. Laury itu. Di pusat perbelanjaan pasar Aceh lantai tiga juga
ada satu lapak yang menjual buku reprint dengan
harga sangat bersahabat di kantong. Buku-buku dijual dengan harga mulai Rp 30
ribu saja. Ada novel, ada pula buku referensi.
Saya
membeli buku-buku referensi untuk melengkapi koleksi buku kuliah dan berniat
memudahkan akses skripsi nantinya. Beberapa buku memang dijual ori, sebagian
besar memang reprint. Tidak ada yang
mengingatkan kalau membeli buku bajakan itu tidak baik. rata-rata bilang baik
dan saya membuat keputusan cerdas. Tahu caranya menambah ilmu dengan cara
hemat. Apaan, sih.
Banyak
yang mengatakan kepada saya bahwa tidak salah membeli buku bajakan selama
isinya masih sama. Apa yang dibutuhkan oleh pembaca adalah isi dari buku. Bukan
gengsi memiliki buku ori dengan segel dari toko buku paling bergengsi di kota
Anda. Waktu itu saya belum paham apa faedahnya membeli buku ori dan menghindari
yang bajakan. Selama saya bisa membeli buku yang sedang trending dan bisa saya
baca dengan baik, semua akan baik-baik saja.
Banyak
pecinta buku mengatakan kalau buku bajakan seringkali halamannya hilang, tidak
jelas, dan layoutnya bergeser. Memang benar, saya tidak membantah untuk
kecacatan seperti ini. Namun bukan berarti buku ori terbebas dari cela ini.
Tidak! Buku ori pun bisa mengalami hal yang sama.
Pernah
sekali teman saya meminjamkan buku Jonstein Gaarder masih bersegel. Dia
langsung meminjamkan saya begitu keluar dari toko buku. Di saat seru-serunya
membaca, saya berhadapan lebih sepuluh halaman kosong yang membuat cerita
terputus dan terpotong. Itu buku ori, lho. Bukan buku bajakan. Dibeli dengan
harga yang mahal pula.
[Photo: Ulfa Khairina] |
Terkadang,
kualitas buku bajakan sangat mirip dengan asli. Mereka menyebutnya reprint super premium. Yach, namanya reprint tetap saja bajakan. Apapun
namanya tidak akan mengubah hakikatnya menjadi ori, kan?
Setelah
bergabung dengan komunitas literasi, saya mulai menghindari buku reprint ini. Padahal e-commerce orens
sangat banyak toko buku yang menjual buku reprint
dengan harga yang sangat miring. Di era serba mahal ini, tetapi otak butuh
asupan gizi, tentu saja kehadiran toko buku reprint
ini sangat menggoda. Untung saja saya juga menulis beberapa buku dan
memposisikan diri jika buku saya dibajak. Tentu saja saya tidak mau.
Sebagai
pengulas buku yang memposting buku di Instagram, saya lebih syok lagi karena
kualitas foto menunjukkan betapa rendahnya kualitas si buku. Sama sekali tidak
cantik saat difoto dan dipajang di feed.
Alhasil, saya memutuskan membeli buku ori walau mahal meskipun harus menunggu
diskonan yang cukup lama. Tingkat kepuasaannya sangat berbeda.
Membeli
buku ori juga salah satu cara kita menghargai karya anak bangsa. Kalau kita
tidak bisa memperbaiki kualitas pelayanan orang lain terhadap para penghasil
karya, setidaknya jangan menambah beban mereka dengan menjadi salah satu
penjahatnya.
Ada,
kok, cara untuk punya buku ori dengan harga murah. Cari saja toko buku bekas
atau kolektor buku yang menjual bukunya di e-commerce. Biasanya bukunya juga
masih mulus, halaman lengkap dan dijual dengan harga yang sangat miring. Alasan
bukunya dijual karena mereka tidak membaca lagi bukunya. Daripada numpukin rak
buku, sementara buku baru sudah masuk. Makanya bukunya dijual.
Meskipun beberapa kali saya sangat beruntung dan puas dengan buku prelove, bukan berarti saya tidak pernah kecewa. Saya pernah kecewa berat dengan buku prelove yang saya beli. Tergoda harga murah dan bintang lima dari para pengguna level gold. Saya pun kecewa dengan buruan.
[Photo: Ulfa Khairina] |
Ceritanya saya sedang mencari buku Eclipse dan Breaking Dawn karya Stephanie Meyer. Saya menemukan di sebuah toko dengan harga murah. Malah di toko itu juga ada Harry Potter dengan hard cover dan harganya juga sangat murah. Alhasil saya melakukan check out, tapi kecewa setelahnya. Buku Harry Potter sebagian besar halamannya sudah rusak. Dicopot atau digunting. Saya kecewa karena seller tidak menyampaikan kekurangan baik di deskripsi, foto, atau pun chat personal.
Saya
tergoda dengan sampul mulus dan gambar yang begitu padat. Apalagi harganya juga
jumplang banget antara buku ori dan prelove.
Bahkan bisa mengalahkan harga buku bajakan. Kejadian ini justru menanamkan
janji pada diri saya, “baiklah, lain kali saya akan membeli buku baru yang ori.
Menabung dan coba ikut tantangan membaca agar bisa check out buku idaman di e-commerce.”
0 Komentar