Kata orang, si cantik tidak saja meninggalkan jaket. Dia juga meninggalkan benda lain dengan warna merah jambu alias pink. Cerita lain yang dituturkan oleh korban lain tentang si cantik berkaitan dengan payung.
Kali
ini tetangga saya. Dia kerap bolak balik Sigli-Banda Aceh karena tugasnya
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di sebuah dinas. Awalnya dia melakukan
perjalanan dengan angkutan umum L300. Setahun bekerja di Sigli, dia pun
mencicil mobil untuk kemudahan perjalanan.
Bagi
orang Aceh, kepercayaan barang baru seperti kendaraan harus di peusijuk (tepung tawar) sangat tinggi. Peusijuk bukan saja untuk tolak bala,
buang sial, ataupun hal-hal yang dipercayai tidak masuk akal bagi generasi
milenial. Lebih dari itu, peusijuk diyakini
sebagai bentuk rasa syukur setelah memperoleh sesuatu.
Teman
saya tidak sempat melakukan peusijuk mobil
barunya. Bukan saja karena dia generasi milenial, kesibukannya di kantor dan
mobilitas yang tinggi membuatnya lupa akan tradisi turun temurun kendaraan
barunya. Sebulan wara wiri di jalan mobilnya tanpa peusijuk. Selama itu pula semua aman-aman saja dan membuatnya
semakin lupa soal peusijuk.
Secantik apapun hantu akan mengejutkan jika berhadapan.
[Photo: Pexels]
Si
cantik di jembatan Seunapet? Tentu saja dia tahu soal itu. Sekali lagi, dia
abai karena kesibukannya.
Sampai
suatu hari di Jumat sore, dia pulang ke Banda Aceh seorang diri. Hujan
rintik-rintik dan gelap datang lebih awal. Di jalan menuju penurunan ke arah
jembatan Seunapet, dari kejauhan dia melihat dua orang di ujung jembatan.
Seorang gadis dengan pakaian merah jambu dan seorang lelaki tua. Mereka tampak
seperti ayah dan anak yang sedang menunggu angkutan umum lewat.
Si
gadis memakai payung, tapi tidak memayungi lelaki tua itu. Rasa kemanusiaan si
teman ini menghentikan mobil dan bertanya, “mau kemana?”
“Mau
ke bawah,” si gadis yang menjawab.
“Naik
saja, biar saya antar.” Si teman menawarkan tanpa rasa curiga.
Keduanya
masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan mereka juga tidak berbicara apa-apa.
Keduanya diam layaknya orang asing pada umumnya. Si gadis baru bicara ketika
sudah dekat dengan perumahan penduduk. Memberi instruksi arah ke rumahnya.
Kedunya
turun. Namun si gadis meninggalkan payung merah jambu di mobilnya. Si teman
yang cepat melihat payung tersebut mengambil untuk mengembalikan. Dia menuju ke
rumah yang dituju dua orang penumpang asing tadi.
Rumah
tampak sepi, padahal harusnya dua orang yang menumpang mobilnya masih berada di
ruang tamu dan belum bergerak jauh. Akan tetapi si teman harus mengetuk
beberapa kali sampai seorang perempuan tua membuka pintu. Dia melihat payung di
tangan si teman, tidak merasa aneh.
“Tadi
anak ibu dan bapak menumpang mobil saya. Dia meninggalkan payungnya di mobil,”
kata si teman sambil menyerahkan payung merah jambu itu.
Si
ibu mengambil payung dan menatap si teman dengan wajah sedih. Dia bertanya,
“dimana Anda bertemu dengan anak saya?”
“Di
ujung jembatan kembar,” kata teman saya tanpa curiga.
Air
mata si ibu membentuk aliran sungai. Dalam tangisnya dia justru membuat kedua
tungkai kaki si teman tak dapat menopang tubuh.
“Ya,
ini memang payung anak saya. Tapi dia sudah lama meninggal.” Jelas si ibu.
Teman
saya pulang dengan galau dan ketakutan. Dia tidak menyangka menawarkan
tumpangan pada hantu legend di jembatan Seunapet. Si cantik yang kerap
dibicarakan para pelintas jembatan itu benar adanya. Logikanya tidak bisa
diajak bekerjasama. Dia pun mencoba melupakan pengalaman horor ini.
Katanya, jalanan membelah hutan rentan didatangi penghuni dunia lain. [Photo: Pexels] |
Banyak
orang yang perah mendengar tentang cerita si cantik jembatan Seunapet. Tua
muda, perantau atau penduduk setempat. Ada yang pernah bertemu langsung jika
‘beruntung’ banyak yang penasaran tapi belum pernah bertemu. Namun banyak pula
yang membantah dan menolak keberadaannya dengan berbagai teori dan logika.
Rombongan
dinas salah satu kampus negeri di Aceh salah satunya. Mereka melakukan dinas ke
daerah blah deh Seulawah (seberang
Seulawah yang mencakup Pidie, Pidie Jaya, Bireun, dll). Sepanjang perjalanan
bercerita menghalau kantuk. Mulai urusan pekerjaan yang merekan jabani sampai
cerita hantu di Seulawah. Ada yang percaya dengan tidak banyak bicara tetapi
menguraikan fakta berupa pengalaman orang. Ada yang tidak percaya dengan
berbagai teori.
Sampai
ketika melewati jembatan tersebut, mereka semua diam menunggu sesuatu yang
ganjil itu. Tidak ada yang terjadi. Salah satu dari penumpang mobil dinas itu
berceletuk, “mana hantunya? Tidak ada. Memang kita gampang sekali dibodohi
dengan hal-hal yang begitu.”
Tidak
lama setelah celetukan itu, tawa nyaring seperti ringkik kuda melintas seperti
di atas kepala mereka. melengking dan menyanyat diikuti tangis. Bulu kuduk
mereka meremang. Tidak ada ada lagi yang bicara sampai tiba ke tujuan.
0 Komentar