Traveling 25 KM

Menurut laogong, setiap hari kami melakukan traveling ke luar kota. Bagaimana tidak, kami berdomisi di kabupaten Aceh Besar dan tempat kami beraktivitas nun jauh di ujung Banda Aceh. Kami beraktivitas di instansi yang sama dan pulang pergi bersama.

Sebelum jam enam pagi kami sudah bangun dan berkemas. Sebelum jam tujuh sudah harus berangkat ke lokasi. Setiap pagi kami menikmati udara segar pedesaan, aktivitas pedesaan dan berbagai macam perubahan kehidupan kota dan desa setiap hari. Mulai dari indahnya persawahan di bawah kaki Seulawah sampai hiruk pikuk kendaraan bermotor di kawasan Tungkop.

Apa yang istimewa?



Bagi sebagian orang mungkin tidak ada istimewanya. Begitupun dengan saya ketika bulan-bulan awal di sini. Namun seiring perjalanan waktu, keistimewan itu muncul sendiri. Yach, karena keistimewaan sebenarnya diciptakan bukan ditunggu. Jika ditunggu, tidak akan pernah mengerti dimana letaknya istimewa itu.

Udara Desa yang Bersih
Tentunya banyak yang setuju jika udara pedesaan itu masih bersih sekali. Nah, inilah keistimewaan pertama perjalanan 25 kilometer kami setiap hari. Begitu keluar rumah, kami menghirup udara persawahan yang bersih. Berbeda ketika tinggal di kota Banda Aceh, pagi hari ketika keluar rumah langsung terhirup udara yang sudah terkontaminasi dengan asap kendaraan bermotor.

Terapi Hijau
Saya yakin banyak yang setuju jika persawahan di kawasan Aceh Besar itu sangat luas. Khususnya wilayah yang kami lalui setiap hari. Kami melewati gampong (kampung) Lambunot, Jruek dan masuk ke kawasan Montasik yang dikelilingi persawahan. Setidaknya selama tiga bulan kami bisa melakukan terapi hijau untuk menjaga mata tetap sehat. Persawahan di Aceh Besar memiliki tiga kali masa tanam dalam setahun. Bisa dipastikan, selama setahun itu hanya sekitar beberapa minggu saja kami memandang area persawahan seperti lapangan bola.

Festival Rakyat Pasca Panen
Apalagi yang menarik dari kehidupan sosial budaya di Aceh selama melakukan perjalanan 25 kilometer? Saya menggarisbawahi festival rakyat. Beberapa daerah sudah mulai menghilangkan kebiasaan menerbangkan layangan pasca potong padi. Nah, di beberapa desa yang saya lalui masih menerbangkan layangannya. Contohnya saja di gampong Reudeup. Hampir setiap sore setelah musim potong padi, anak-anak muda mulai ke tanah lapang bekas sawah untuk menerbangkan layangan.

Spot Kuliner
Ada yang mengatakan, perjalanan tanpa mencicipi kuliner tidak sah. Perjalanan 25 kilometer kami memberikan sensasi ini. Kami memang tidak punya waktu untuk mencicipi kuliner setiap hari. Tapi kami mulai menandai beberapa spot kuliner yang digandrungi oleh kebanyakan orang. Sebut saja di kawasan Montasik, di dekat jembatan kea rah gampong Reudeup. Di sana ada sebuah warung mungil yang dicat berwarna merah jambu. 

Setiap paginya sangat banyak orang yang mengantri untuk membeli lontong. Harga seporsi lontong Rp 6 ribu rupiah. Antriannya sangat panjang. Terkadang harus menunggu lebih satu jam untuk membeli satu bungkus lontong saja. Kami pernah mengantri sekali. Kami menyerah sebelum mendapat lontong dan mencicipi rasanya.

Lain pula di kawasan Jruek, sebelum jembatan dari arah Selatan. Di sana ada warung bakso yang enak. Setiap sore warung bakso ini penuh dengan pelanggan. Harga semangkok baksonya Rp 10 ribu. Beberapa kali kami makan bakso di sana. Rasanya memang enak, tidak banyak pula penyedap yang membuat dehidrasi.

Instagramable Spot
Tentu saja semakin sering kita melewati wilayah tertentu, semakin sering pula kita melihat spot yang cocok untuk eksis berfoto. Area di sepanjang perjalanan yang kami lewati penuh dengan spot asyik untuk feed Instagram. Salah satu yang ingin sekali saya singgahi dan bagikan ke publik adalah sungai eceng gondok di kawasan Dayah Daboh, Montasik. Sungainya penuh dengan eceng gondok. Setiap pagi saya juga melihat seorang lelaki dengan ban sedang berenang di tengah tumbuhan eceng gondok. Mungkin mengumpulkan tumbuhan ini untuk kerajinan rumahan yang populer belakangan ini. Bagi saya, yang menarik justru ketika bunga eceng gondok ini mekar.

Kemunculan Ide
Pernah buntu ketika harus mengerjakan sesuatu? Nah, mungkin anda kurang piknik. Perjalanan membuat otak saya berfikir kreatif sesekali. Ketika duduk di boncengan dan melakukan perjalanan ke tujuan, banyak hal baik yang kita dapatkan. Di saat itu pula kita merasakan adanya sensasi ide yang bekerkembang di kepala kita.

Saat yang Tepat Main Hujan
Kangen main hujan seperti masa kecil? Mungkin agak menyebalkan ketika terjebak hujan di pagi hari. Sampai ke tujuan sudah basah kuyup. Jika terjebak hujan lebat ketika pulang dari tujuan ke rumah, sensasi masa kecil ini seperti kembali lagi. Menyenangkan sekali.

Itulah beberapa asyiknya melakukan perjalanan 25 kilometer setiap hari. Bagaimana dengan kalian yang tinggal jauh dari lokasi aktivitas? Sudahkah menemukan asyiknya perjalanan jauh setiap hari?

Posting Komentar

0 Komentar