Sahur Dabanji

Selama menuntut ilmu di negeri Panda yang selalu dijuluki negeri komunis, saya sudah menjalani dua kali Ramadhan. Ramadhan pertama pada tahun 2015 dan Ramadhan kedua pada tahun 2016. Pada tahun terakhir di China memang sebulan full menjalani ibadah puasa di sana. Banyak hal yang harus dilakukan sebelum kembali ke Indonesia. Bahkan wisuda pun pada bulan Ramadhan dan dalam keadaan berpuasa.

Di saat di tanah air dan kampung halaman sibuk dengan meugang, para muslim dari negara lain juga mulai berbelanja. Mereka memasak masakan tradisional yang ingin mereka nikmati sebelum Ramadhan. Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada saya. Karena hanya seorang diri orang Indonesia, tentu saja saya tidak memasak daging layaknya meugang di Aceh. Mengajak dua sahabat untuk makan yangrou chuanr di restoran muslim terdekat jauh lebih mudah dan murah.

Ramadhan di Beijing adalah bulan terakhir saya di China. Saya juga tidak mau direpotkan dengan belanja dan memasak. Saya menikmati apa adanya. Termasuk makanan yang disajikan oleh kantin muslim untuk berbuka dan sahur. Sayangnya kantin muslim di CUC tidak buka ada jam sahur. Kami harus membeli sore hari untuk dipanaskan ketika sahur. Selezat-lezatnya makanan, kami membeli dari kampus sebelah. Kebetulan pula, selain buka saat sahur, kantin muslim kampus sebelah juga menyediakan jasa maisong. Maisong adalah jasa beli dan antar ke tempat.  pembeli boleh memesan makanan melalui aplikasi ataupun menelepon. Kemudian mereka akan mengantar ke alamat kita setelah melakukan pembayaran atau bayar di tempat.

Cara ini sering kami lakukan ketika awal bulan dan muak dengan makanan kantin kampus CUC yang itu-itu saja. Bagi kami para mahasiswa muslim internasional, makanan China tidaklah cocok untuk para pencari syurga di bulan suci. Selain makanannya yang terlalu berminyak, makanan yang diberikan juga tergolong cocok di lidah orang berpuasa. Satu-satunya makanan yang bisa kami nikmati layaknya makanan adalah dapanji.

Dapanji, menu paling dahsyat perantau di CUC.

Dapanji adalah sebutan untuk menu sejenis kari asal Xinjiang. Beberapa jenis rempah dimasak dengan minyak berlebih dan mala (merica batak) serta cabe merah kering. Ada potongan ayam dan kentang di dalamnya. Kami terbiasa membeli lauk dabanji dan nasi putih. Keduanya langsung dicampur dalam satu wadah.

Jika di kamar tersedialemari pendingin, akan disimpan di sana sampai sahur. Jika tidak, hanya membiarkan saja di kamar dengan temperature AC 20 derajat agar tidak basi. Ketika sahur tiba, dapanji dan nasi dipanaskan dulu sebelum dinikmati sebagai sahur. Begitulah kami menikmati sahur di CUC. Khususnya bagi mereka yang malas memasak di tengah malam atau mempersiapkan lagi.

Jarak antara waktu berbuka dengan sahur cukup singkat. Sungguh tidak nyaman untuk bolak balik ke dapur hanya untuk melakukan hal itu-itu saja untuk satu orang. Perempuan muslim di CUC hanya saya seorang di asrama nomor 21. Tidak mudah untuk saya merepotkan diri untuk keluar masuk dapur dan memasak untuk saya makan sedikit. Ramdhan tahun 2015 saya sudah pernah memasak untuk sahur dan berbuka. Biaya yang saya keluarkan sanat mahal, belum lagi lelahnya. Cara paling mudah untuk menikmati Ramadhan dengan tenang dan nyaman hanya dengan membelinya di kantin.

Mifan dapanji cukup bersahabat untuk menemani sahur kami para perantau di Beijing. [uk]

Posting Komentar

0 Komentar