“Benar. Dia akan menikah dengan kekasihnya. Mereka memang tidak pernah putus. Tapi kamu tahu, Ratna, semua lelaki akan mencari seseorang untuk tertawa ketika orang yang sangat dicintainya tidak di sisinya. Bahkan ketika orang yang membuatnya nyaman ada di dekatnya, dia akan mencari hiburan. Kamu tidak salah mencintainya, dia juga tidak salah masih mencintai kekasihnya.” Kalimat Eko seperti petir yang menyambar di tengah terik di telinga Ratna.
“Maksudmu, aku harus
membiarkan Faruq lepas dariku dan membiarkan dia menikah dengan perempuan
jalang tidak tahu diri itu?” Ratna terisak dan menggertak gigi ketika
membayangkan perempuan yang tidak pernah dikenalnya itu akan bersanding dengan kekasihnya.
[Photo: Ulfa Khairina] |
“Jangan sebut Adis
seperti itu!” Nada suara Eko meninggi. “Kamu tidak mengenal Adis dan kamu
menyebutnya seperti itu. Harusnya Adis yang memanggilmu begitu. Kamu sudah tahu
Faruq tidak pernah menyatakan cinta dan kamulah yang terus menariknya ke dalam
hatimu hingga ia terperangkap dengan permainanmu.”
“Kamu menuduhku, Ko?”
“Aku tidak menuduh.
Lelaki mana pun tahu sikapmu yang berlebihan terjadap Faruq. Sekali lagi
kuingatkan padamu, Ratna, tidak ada seekor anjing pun menolak ditawari
bangkai.”
“Kamu menyebutku
bangkai, Ko.” Ratna mencibir. “Baiklah, setidaknya sebutan itu lebih terhormat.
Artinya aku sudah mati, Ko.”
Pertemuan dengan Eko
tidak membuahkan hasil apa-apa. Ratna pikir, Eko mengajaknya bertemu untuk
membantunya membatalkan pernikahan Faruq dengan perempuan bernama Adis.
Ternyata Eko hanya mengatakan hal yang sama dengan Faruq. Jangan mengganggu
Faruq lagi. Ia akan menikah dengan perempuan bernama Adis. Perempuan itu sudah
sah dilamarnya setahun yang lalu. Dua bulan sebelum mereka bertemu dan menjadi
dekat dengan serantang makanan bernilai cinta.
Seminggu sudah Faruq
tidak mau menemui Ratna. Dia tidak membalas pesan apapun yang dikirimkan oleh Ratna.
Tidak mengangkat telepon. Dia tidak merespon apapun yang berkaitan dengan
Ratna. Dia pernah memakai perantara. Tapi Eko kemudian berada di pihak Faruq
dengan alasan yang tidak dia mengerti.
Hidup memang
benar-benar kejam. Terutama ketika dia tidak akan pernah ada alasan untuk
berpihak padanya.
*
Adis. Nama itu memang
pasaran. Tapi Ratna tidak pernah percaya Adis yang dimaksud oleh Eko ada di
depannya. Perempuan yang amat dibenci karena merusak kepercayaan Faruq dan
mengembalikan cinta yang direbutnya dari Faruq.
Adis melangkah gontai
dengan senyum manis ke tengah ruangan. Rok A Line sifon dengan bunga-bunga ungu
sangat sepadan dengan kemeja ungu yang sama dengan pakaiannya. Adis berdiri di
depan ruangan. Tersenyum dan melayani beberapa panitia yang bolak balik bicara
kepadanya.
“Perempuan ini…”
Lirihnya dengan gigi gemeretak. Tidak tahan melihat perempuan yang amat
dibencinya ada di depannya.
Ratna ingin segera
meninggalkan ruangan detik itu juga. Tapi mengingat uang yang sudah dikeluarkan
untuk pelatihan menulis cepat ini selama tiga hari, dia mengubah niatnya. Ia
ingin tahu seperti apa perempuan yang tidak bisa ditinggalkan oleh Faruq itu. Sehebat
apa dia sejak kembali dari Auckland. Bagaimana dia bersikap. Apa kelemahannya
yang bisa diumbar di hadapan Faruq dan mengambil kembali kekasihnya itu.
Pelatihan menulis.
Saran Eko untuk mengikutinya. Katanya dengan mengikuti pelatihan ini, dia akan
lebih tenang. Bisa mengontrol emsoinya. Begitu Adis selalu mengatasi masalah
ketika masih dekat dengan Faruq. Itu pula yang membuat Adis kuat menjalani
huungan jarak jauh dengan Faruq. Itu pula yang membuat Faruq kembali kepada
Adis. Alasan itu pula yang mengantarkan Ratna mendaftarkan diri ke sebuah
sekolah menulis kreatif di kota ini.
Adis. Ya, dia bertemu
dengan perempuan itu. Menjadi tutornya selama tiga hari intensif. Ratna harus
menelan ludah saat perempuan riang ini tertawa dan senyumnya selalu mendapat
pujian dari para lelaki. Ratna sangat membencinya.
*
Saran dari Adis diikuti
Ratna dengan segera. Dia mengatakan, cara terbaik untuk mengatasi galau adalah
dengan menulis selama galau itu berlangsung. Delapan bulan kebersamaannya
dengan Faruq tertuang dalam kalimat panjang. Tanpa jeda. Dia sendiri tidak
menyangka bisa menulis sepanjang itu dalam satu malam. Empat puluh halaman
spasi 1,15.
Hari terakhir merupakan
hari evaluasi. Setiap peserta wajib mempresentasikan karyanya di depan kelas. Termasuk
menceritakan cerita di balik kisah yang mereka tulis. Ratna benci ketika Adis
memanggil namanya dengan keras dan mempersilahkannya maju dengan senyuman manis
itu.
“Ini kisahku sendiri. Aku
tidak tahu mengapa aku bisa menulis empat puluh halaman untuk kisah cinta pahit
selama delapan bulan. Aku sendiri bingung harus menjelaskannya, tapi jangan
tanyakan apa-apa. Aku hanya ingin mempresentasikannya,” suara Ratna yang
melengking terdengar dingin ketika memulai bicara.
Di akhir presentasi,
Ratna mendapat tepukan tangan paling meriah dari semua peserta. Adis memuji
tulisan hati Ratna. Menurut Adis tulisan ini bisa dikembangkan lagi sekitar
empat puluh halaman, dibuat detilnya dan dituliskan menjadi lebih detil. Ratna
bisa menghasilkan sebuah novel. Begitu katanya.
Ratna acuh saja. Ia
tidak akan melakukannya. Menulis sedikit saja pun sudah membuatnya lega. Ia
lega sekali sudah berucuap-cuap tentang isi hatinya. Ia harus berterima kasih
pada Eko yang menyarankannya masuk ke sekolah menulis.
*
Ratna mendapat ide
cermerlang ketika menonton sinteron di TV. Memberikan kejutan dan menguak
kenangan sang kekasih terhadap mantannya. Ide yang cukup cemerlang. Ia akan
membeli sebuah selimut hangat dan parfum yang dia pakai. Kemudian menghadiahkan
novel yang dia tulis di bawah bimbingan Adis sebagai kado pernikahan mereka. Ratna
yakin sekali bukan hanya Adis yang akan terkejut. Faruq juga akan hancur.
Faruq akan kembali terkenang
pada hari-hari mereka bersama selama delapan bulan. Faruq tidak akan bisa lepas
dari bayang-bayang Ratna selama mereka bersama dengan mencium aroma parfum yang
dipakai oleh Adis nantinya. Adis akan bangga dengannya dan karyanya akan
spektakukuler. Terjual habis. Best seller.
Seperti lalat yang mencari aroma bangkai, Faruq akan kembali kepadanya.
Mendekapnya dalam penuh penyesalan.
Ratna sudah siap
menjadi selingkuhan. Ia siap dipanggil pelakor. Ia siap benar menjadi seseorang
yang dihina oleh orang lain karena merusak hubungan orang lain. Apapun yang
akan dihadapinya, ia sudah siap.
*
Eko mengabarkan bahwa
Faruq sudah melangsungkan aqad nikah. Dia tidak mendapatkan undangan. Bahkan
dia tidak tahu kapan acara unduh mantu itu akan dlaksanakan. Ratna ingin sekali
membuat kejutan dengan datang ke acara mereka. Selfie dengan mereka, dan memberi sedikit kejutan untuk Faruq dan
Adis. Dia akan mengatakan bahwa Faruq pernah mengisi hari-harinya selama Adis
di Auckland. Ratna adalah sosok yang selalu dicari oleh Faruq untuk
menyandarkan kepala ketika lelah.
Ia akan melakukan itu. Tapi
sampai hari yang sudah ditentukan, Eko tidak kunjung memberi informasi hari acara
unduh mantu yang dilaksaksanakan di rumah Faruq.
Eko hanya memberi tahu
bahwa acaranya sudah lewat. Ratna hanya menitipkan kado yang sudah dia
persiapkan. Di sana tertulis untuk yang
paling spesial, tutor menulis dan melepaskan galauku dan mantan kekasih
terindah.
*
Faruq menerima sebuah
kado tanpa nama pengirim. Kado itu dititipkan di meja satpam. Satpam yang
bertugas mengatakan seorang perempuan mengantarkan langsung kado itu. Dia kenal
benar perempuan itu. Ratna, perempuan yang pernah dia sukai dan menolaknya beberapa
waktu sebelum ia melihat Faruq memboncenginya.
Di ruangannya, Faruq
membuka bingkisan itu. seperti yang sudah dia tebak. Pasti selimut dan parfum.
Ratna selalu membelikan kado itu untuk semua lelaki yang pernah dekat dengannya
dan menikah duluan. Tapi kali ini ada sebuah novel bersampul merah hati. Di
sana tertulis ucapan terima kasih untuk Adis, perempuan yang mengajarnya
bertahan dengan rangkaian kalimat.
Faruq memberikan
selimut untuk seorang tenaga honorer baru. Sebotol parfum untuk rekan kerjanya
yang berulang tahun. Seorang mahasiswa magang yang sedang duduk bengong, ia
hadiahkan novel yang ditulis oleh Ratna. Bahkan gadis itu menulis nama Faruq di
belakang namanya sendiri menjadi Ratna Faruq.
0 Komentar