Pernah dengar istilah deforestasi? Istilah ini kerap digunakan sekarang untuk menunjukkan pembalakan liar hutan-hutan di Indonesia. Khususnya saat isu pemindahan ibukota negara Indonesia ke Kalimantan. Seperti kita tahu, Kalimantan adalah pulau dengan hutan rimbanya yang masih terjaga. Tiba-tiba saja hutannya rata karena kepentingan sekelompok manusia.
Sedih,
sih, tapi mau bagaimana lagi? Tidak banyak yang bisa kita lakukan sebagai orang
biasa yang menjadi pengamat perubahan zaman dan lingkungan. Terutama terkait
dengan deforestasi ini.
![]() |
Jalan yang membelah hutan [Photo: Pexels] |
Deforestasi
adalah kegiatan menebang hutan atau pohon yang tegak sehingga lahannya bisa
digunakan untuk penggunaan nonhutan. Sebutlah untuk penggunaan pertanian dan
perkebunan, peternakan, atau pemukiman. Penggunaan yang paling ngeri saat ini
adalah pembangunan komplek perumahan besar-besaran bersubsidi dengan nol depe
sebagai promosi.
Di
satu sisi pembangunan perumahan ini cukup membantu kaum milenial untuk memiliki
rumah impian tahap awal di usia muda. Di sisi lain, pengembangan perumahan
justru berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia, lingkungan dan
makhluk hidup lainnya. Tanpa kita sadari, deforestasi sudah menimbulkan dampak.
Sayangnya, manusia belum ngeh kalau itu akibat dari penebangan hutan yang
terjadi secara masif belakangan.
Penyebab Deforestasi
Deforestasi
tidak terjadi tanpa sebab. Meningkatnya jumlah manusia dan kebutuhan hidup
menjadi faktor utama terjadinya deforestasi. Manusia dan kebutuhan bertambah,
tapi luas dan besar bumi tidak membesar, kan?
![]() |
Salah satu dampak deforestasi [Photo: Pexels] |
Setiap
tahun angka deforestasi meningkat. Hutan-hutan yang hijau dan menjadi
kebanggaan Indonesia di dunia lenyap satu persatu. Setiap negara memiliki
alasan tersendiri terjadinya deforestasi alias kehilangan hutannya.
Pertama,
Kebakaran Hutan
Kebakaran
hutan di Indonesia cukup sering terjadi. Baik itu sengaja dibakar untuk
perluasan lahan pertanian ataupun kelalaian manusia dalam bersikap dengan alam.
Pada tahun 2015 tercatat 1,7 juta hektar terbakar dan menyebabkan bencana asap.
Angka ini bukan angka kecil. Sayangnya, bencana yang berdampak pada pendidikan,
transportasi udara, kesehatan, ekonomi, dan kerusakan lingkungan ini seperti tidak
memberi efek jera. Kebakaran hutan masih tetap terjadi dan menjadi tradisi
terus menerus.
Kedua,
Pembukaan Lahan Perkebunan
Jika
bisa menyalahkan, kelapa sawit adalah biang kerok deforestasi di Indonesia. Pembukaan
lahan perkebuna kelapa sawit dilakukan dengan dua metode, yaitu pengalihan
fungsi hutan atau pengalihan fungsi kebun. Kebanyakan dari pemilik kelapa sawit
memilih membabat hutan menjadi lahan baru yang berisi kelapa sawit. Konon katanya,
penanaman kelapa sawit juga lebih berasa cuannya dibandingkan dengan tanaman
lain.
Ketiga,
Perambahan Hutan Untuk Memenuhi Keinginan Manusia
Manusia
banyak inginnya, tapi kurang memperhatikan hal-hal lain yang memberi dampak
untuk keberlangsungan kehidupan sosial dan ekosistem. Perambahan hutan saat ini
menjadi masalah sosial yang paling serius. Beberapa faktor yang menyebabkan
mudahnya terjadi perambahan hutan karena minimnya petugas pengawas hutan dan
lemahnya sanksi yang diberikan untuk pelaku, sehingga kejadian ini terus
terjadi.
Keempat,
Program Transmigrasi
Manusia
terus bertambah, sedangkan lahan semakin sempit. Salah satu cara untuk
mengurangi populasi di suatu daerah yang bertumpuk adalah memindahkan
sebagiannya ke lahan baru. Di tempat baru mereka membuka lahan, membangun
pemukiman, dan memulai hidup baru. Caranya dengan merambah hutan yang ada untuk
mewujudkan program ini.
Kelima,
Pertambangan dan Pengeboran Sumber Daya Alam
Saat ini pertambangan adalah lahan basah yang menjanjikan untuk pengumpulan cuan. Tidak heran kalau banyak orang berlomba-lomba merusak hutan demi minyak dan sumber daya alam lainnya. Namanya bisnis, mana ada yang peduli soal kerusakan lingkungan dan dampak jangka panjang yang berbahaya. Apalagi masyarakat di dekat lokasi kurang teredukasi tentang dampak deforestasi, justru ‘dipekerjakan’ di area pengerukan sumber daya alam tersebut.
Dampak Deforestasi
Deforestasi
yang terus berkelanjutan bukan tanpa sebab. Keseriusan dampaknya bukan saja di
skala nasional, tapi juga di skala internasional. Salah satu dampak yang bisa
dipetakan adalah pada bidang sosial ekonomi yang sangat bergantung pada hasil
alam. Kerugiannya cukup besar bagi masyarakat dan negara.
Pertama, bencana alam. Tanah
longsor dan banjir merupakan dua dari bentuk dampak dari deforestasi. Setiap musim
penghujan tiba, ada saja wilayah di Indonesia yang mengalami banjir ditambah
longsor. Kerugian yang disebabkan oleh banjir tidak sedikit. Terkadang kerugian
bukan hanya berupa harta benda, tapi juga kehilangan nyawa manusia karena
disertai longsor.
Kedua, Kepunahan flora dan fauna.
Saat
ini banyak hewan-hewan dan tanaman yang dulunya tumbuh liar malah naik kelas
menjadi tanaman mahal. Burung-burung yang dulunya terbang bebas malah terkurung
di sangkar bagus dan diperjualbelikan dengan harga mahal. Ini salah satu tanda
bahwa habitat mereka mulai menyusut. Tidak seperti dulu yang mudah ditemukan,
sekarang justru menjadi tanaman dan hewan yang mulai langka.
Ketiga, pemanasan global dan
perubahan iklim. Beberapa tahun terakhir, kita tidak
bisa menebak iklim yang terjadi. Terkadang hujan lebat, tapi panasnya minta
ampun. Siang yang sedang terik-teriknya malah tiba-tiba hujan. Apalagi di area
perumahan yang dulunya adalah hutan, panasnya terasa dan banjirnya terasa juga.
Padahal hujan baru sebentar.
Keempat, terganggunya siklus air.
Di
banyak perumahan yang dibangun pada bekas hutan, banyak yang mengeluh air
kurang bersih. Apalagi saluran air PAM tidak masuk. Kebutuhan air tergantung
pada sumur bor yang difasilitasi oleh pengembang perumahan. Gangguan siklus air
bersih ini juga dampak dari deforestasi. Sejatinya hutan dan pohon-pohon itu
memang menjaga air tetap bersih, mengikat air di dalam tanah, serta mencegah
terjadinya bencana alam seperti banjir.
Saat
ini, deforestasi yang kita rasakan secara besar-besaran seperti proyek yang
dikendalikan oleh suatu perusahaan pengembang. Mereka membeli lahan dan ‘berbisnis’
seolah memberi keuntungan. Tukar tambah hutan dari pohon hijau menjadi beton
hijau. Lantas menawarkan kepada generasi milenial yang mandiri dan senang
menggapai mimpi untuk memilih satu lahan untuk hunian impian.
0 Komentar