Tulisan ini dipublikasikan pada www.acehfeature.org dan Harian Aceh pada hari Senin, 29 Juni 2009.
-o0o-
Menjelang pemilihan
presiden, penonton televisi, pembaca surat kabar, atau pengguna internet
diganggu oleh banyaknya iklan politik.
-o0o-
SENIN
itu udara cuaca sangat panas. Cahaya matahari menyengat hingga ke pori-pori.
Saya dan seorang teman pergi ke warung internet (warnet). Memeriksa sura
elektronik. Mencari informasi di situs tertentu. Chatting.
“Sekalian
buka Facebook. Sebelum presiden Indonesia ikut-ikutan memblokir dan
mengharamkan Facebook,” kata Maya, seraya tersenyum lebar.
Facebook
diluncurkan sekitar lima tahun lalu. Semula Mark Zuckerberg membuatnya sebagai
media berkomunikasi mahasiswa di Universitas Harvard. Kini ia menjadi media
pergaulan atau jejaring sosial yang beranggotakan masyarakat umum di seluruh
dunia.
“Mudah-mudahan
presiden yang terpilih nanti yang berjiwa muda. Tahu trend,” sambungnya.
Kami
juga membahas pro kontra penggunaan Facebook. Di Iran, Facebook sempat
diblokir. Iran tengah bergolak. Situasi Iran pasca pemilihan presiden diwarnai kekerasan berdarah. Lebih dari 400
orang ditangkap. Wartawan ditahan dan diintrogasi. Angkatan bersenjata Iran mengawasi
jaringan internet, mencoba menangkap mereka yang menggunakan jalur ini untuk
memberitakan situasi Iran pada dunia luar.
Di
warnet ini kami menunggu giliran menggunakan fasilitas internet. Tak berapa
lama seorang lelaki dan perempuan keluar bersamaan dari bilik yang berbeda. Si
lelaki memakai jaket hitam dengan kaos partai politik berlambang pohon
beringin, sedangkan si peempuan memakai jilbab lebar warna krem dengan bordiran
lambang Partai Keadilan Sejahtera di tepi jilbabnya. Selain itu, perempuan tadi
mengenakan jaket juga. Di jaketnya tertulis “Save
Palestine”.
Setelah
itu saya dan Maya masuk ke bilik-bilik yang berbeda. Saya menemukan ratusan
surat elektronik di kotak pesan saya. Ada beberapa pesan dari www.vivanews.com
yang berisi berita calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)
menjelang pemilihan presiden 2009. Situs
ini adalah situs berita yang berbasis di Jakarta.
Saya
kemudian menggunakan fasilitas Yahoo Messenger untuk bercakap-cakap dengan teman saya yang kuliah di Universitas
Indonesia, Jakarta. Kami bicara tentang pemilihan presiden nanti. Saya
mengatakan bahwa di Aceh orang lebih banyak mendukung Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Tapi dia malah menyebutkan Jusuf Kalla (JK) lebih banyak didukung orang
Aceh.
“Itu
berdasarkan survei tiga media nasional,” ketiknya. Dia kemudian meminta saya
membuka www.kompas.com, www.detik.com,
dan www.republika.id.
“Dari
diskusi-diskusi yang saya ikuti, warga Aceh di Jakarta lebih banyak memilih JK.
Orang Aceh di Jakarta kebanyakan pedagang,” tulisnya.
Sebelum
menjaba wakil presiden Indonesia, JK juga dikenal sebagai pengusaha atau
pedagang besar. Sesama pedagang rupanya saling dukung.
Kampanye
politik rupanya telah memasuki ruang pribadi dan menyusup di tengah pertemanan
kami.
Di
Facebook, iklan-iklan dukungan untuk pasangan capres dan cawapres juga
bertaburan. Komentar-komentar tentang mereka ramai di dinding Facebook.
-o0o-
MALAM
itu beberapa teman kos saya kecewa pada siaran televisi. Bekali-kali Ida
memindahkan saluran televisi untuk mencari satu saluran yang layak tonton. Tapi
hampir tak ada. Ada satu televisi yang menayangkan sinetron, namun diselang
jeda iklan. Berita seputaran pemilihan umum dan acara seputar capres dan
cawapres lebih dominan.
“Mandum presiden (semua
presiden),” ujarnya, kesal. Dia kembali lagi ke saluran yang menayangkan
sinetron. Di layar malah muncul kampanye pasangan capres dan cawapres
Megawati-Prabowo dengan jargon Mega-Pro.
Yuli
menekan tombol saluran, mencari saluran lain. Di situ ada iklan SBY. Di akhir
tayangan, seorang bocah kecil yang lucu tampil di layar kaca. Dia cucu SBY.
“Kalau
begitu, orang-orang bukannya pilih SBY, tapi milih anaknya Annisa Pohan. Karena gemas,” katanya. Annisa
Pohan, nama menantu SBY. Dia bekas model iklan.
Suatu
pagi, acara musik di televisi dipotong iklan lagi. Kami kembali kecewa. Iklan
JK.
“Cukup
banya kampanye JK,” komentar Ida.
Seketika
saya teringat kembali sewaktu berada di warung internet waktu itu. salah satu
situs surat kabar juga mengampanyekan JK-Wiranto atau populer dengan jargon
JK-Win ini.
Foto
JK terletak di tengah-tengah dan diapit
bendera merah putih. Beberapa tokoh muncul bergantian beserta komentar mereka
terhadap JK, mulai dari bekas menteri keuangan sampai bekas menteri
pemberdayaan perempuan. Semua pujian.
Kini
semua saluran televisi, halaman surat kabar, dan situs internet menyuguhkan iklan
politik. Seragam. Tak lagi memeikirkan kenyamanan pemirsa,’ pembaca, atau
penggunanya.
-o0o-
Tulisan ini diturunkan hasil kerjasama Harian Aceh dan Aceh Feature di Banda Aceh. Ia mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry.
0 Komentar