7 Fakta Menjalani Kehidupan Sebagai Dosen

 Saya memasuki dunia akademisi dimulai dari awal tahun 2011. Waktu itu beberapa bulan setelah mendapat gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) dari IAIN Ar-Raniry. Saya memasuki dunia akademik benar-benar menjadi dosen, bukan asisten dosen karena bergelar sarjana.

Kok bisa?

Ya, karena saya mengajar mahasiswa jenjang diploma tiga, bukan sarjana. Jadi, ijazah S1 itu masih diterima untuk menjadi dosen di sana. Lebih tepatnya disebut dengan tenaga pengajar agar hati lebih tenang menyebut status. Saya mengajar Komunikasi Bisnis di jurusan Manajemen Perkantoran dan jurusan Sekretaris di Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) Banda Aceh.

Selain mengajar, saya masih bisa bekerja sebagai reporter. Saya ke kampus benar-benar untuk mengajar saja. Status saya waktu itu sebagai dosen tidak tetap atau dosen luar biasa. Ini pekerjaan yang lumayan saya nikmati. Pada tahun 2014 sampai 2016 sebelum menyandang gelar magister di bidang International Journalism, saya juga pernah mengajar Studi Asia Tenggara untuk bidang Budaya Indonesia dan Indonesia dan Budaya di kampus saya dulu. Itu pun sangat saya nikmati. Terlebih penghargaan terhadap profesi ini sangat istimewa di China.

Tugas dosen untuk memberi jalan bakat mahasiswa.
[Photo: Ulfa Khairina]

Pada tahun 2016, saya masih mengajar sebagai dosen luar biasa di UIN Ar-Raniry. Perjalanan menjadi tenaga pengajar tidak putus sampai akhirnya di awal tahun 2019, saya menjadi dosen tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh. Perjalanan yang saya anggap ‘santai’ ternyata jauh dari kata santai. Dosen itu tidak melulu seperti yang selama ini saya lihat. Setidaknya ada tujuh fakta yang baru saya ketahui setelah menjadi dosen tetap.

Fungsional Dosen

Saya baru tahu Asisten Ahli, Lektor, sampai Guru Besar itu tidak bertambah dengan sendirinya. Berbeda dengan pangkat dan golongan PNS yang akan naik otomatis selama perjalanan beberapa tahun karir ASN, untuk fungsional dosen tidak begitu. Ada syarat dan jenjang pendidikan yang harus ditempuh. Banyak hal yang harus dipenuhi untuk menebus jabatan fungsional dosen. Misalnya angka kredit 150  untuk mencapai jabfung Asisten Ahli (AA). Tentunya untuk memperoleh angka kredit tersebut tidak sim salabim, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi setelah pertama kali mendapat status dosen tetap.

S3 Bukan Profesor

Setelah menjadi dosen, saya baru tahu jika di kalangan masyarakat masih beranggapan jika pangkat profesor itu didapatkan setelah menyelesaikan pendidikan doktoral atau S3. Padahal setelah memperoleh gelar S3 perjalanan menjadi seorang profesor atau guru besar masih meniti jalan yang panjang. Berbagai syarat seperti publikasi dan lain-lainnya sangat menentukan kecepatan menggenggam gelar profesor.

Tridarma Perguruan Tinggi

Tridarma Perguruan Tinggi tentu tidak asing bagi mahasiswa, yaitu pendidikan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tridarma PT bagi mahasiswa dipenuhi sekali sepanjang pendidikannya. Misalnya memenuhi sekian SKS untuk syarat lulus merupakan bagian dari pendidikan. Lalu melakukan penelitian dalam bentuk skripsi merupakan bagian dari penelitian. Sedangkan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilakukan di semester akhir merupakan bagian dari pengabdian masyarakat.

Tridarma PT salah satu syarat wisuda.
[Photo: Pexels]

Berbeda dengan dosen, tridarma PT harus terwujud dan terlaksana setiap semester. Dalam satu semester harus mengajar dengan beban SKS yang sudah ditentukan sesuai syarat yang berlaku. Dosen juga harus melakukan penelitian. Satu jurnal terpublikasikan merupakan bagian penting dalam tridarma PT. Pengabdian masyarakat? Sudah tentu harus terlaksana juga dalam semester berjalan. Semua itu harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Beban Kerja Dosen (LKBD) di setiap akhir semester.

Selalu Belajar

Dosen harus pintar dan selalu pintar karena dosen tidak pernah salah. Pernyataan ini akhirnya mengharuskan dosen harus selalu belajar untuk memantapkan dan memperbaharui keilmuannya. Terutama untuk dosen yang mengajar ilmu sosial yang terus berkembang dan beranakpinak sesuai dengan perkembangan zaman.

Dosen belajar dari mana saja, baik itu dari jurnal yang ditulis oleh sesama akademisi, informasi yang ditulis di media massa, sampai mengikuti kelas-kelas berbayar berupa kursus atau seminar. Mau tidak mau, suka tidak suka, dosen selalu ada dalam kondisi selalu belajar.

Tidak Libur

Kebahagiaan seorang guru adalah ketika libur semester tiba. Murid di sekolah libur, guru juga ikutan libur. Berbeda dengan dosen, tidak ada istilah libur bagi dosen. Ada saja yang harus dikerjakan dan dicapai. Setelah final mahasiswa, masih ada koreksi hasil Ujian Akhir Semester (UAS), pengisian nilai, membuat LKBD, dan lain-lain. Tanpa terasa semester berganti dan tidak ada libur untuk dosen.

[Photo: Pexels]

Hectic Di Awal dan Akhir Semester

Di awal dan akhir semester, dosen selalu mengalami masa-masa hectic yang membuat kepala migren seharian. Di mulai dari persiapan soal UAS, pelaksanaan UAS, koreksi hasil UAS, perhitungan dan pengisian nilai, laporan BKD, dan pergantian semester yang sama-sama membuat kepala pusing. Di awal semester dosen juga harus mempersiapkan RPS, bahan ajar, sampai memastikan mahasiswa yang masuk ke kelasnya sudah memenuhi syarat.

Dosen Juga Manusia

Pernyataan ‘pasal satu, dosen tidak pernah salah. Pasal dua, jika dosen salah kembali ke pasal satu’ dibuat oleh orang-orang yang tidak mengerti bagaimana memanusiakan dosen. Pada dasarnya dosen juga seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan. Seorang dosen bisa mengajar lebih dari seratus orang mahasiswa dan terkadang ada ada nama yang sama di beberapa kelas. Sangat mungkin bagi seorang dosen untuk membuat kesalahan, baik itu kesalahan minor atau mayor. Sayangnya, tidak banyak yang memahami posisi ini.

Fakta bahwa pekerjaan menjadi dosen tidak semudah yang dibayangkan sebelum menjalaninya.Profesi dosen bukan saja bertugas untuk menciptakan generasi agent of change, tapi penentu kemana arah karir dan talenta mahasiswa setelah menggenggam ijazah sarjana kelak. Selebihnya kembali kepada mahasiswa, ingin menjadi apa dia kelak. Dosen hanya memberi petunjuk, terserah mahasiswa ingin mengikuti petunjuk itu atau tidak.

Posting Komentar

0 Komentar